Parapuan.co - Sangat mudah untuk mengatakan bahwa orang lain adalah orang yang toksik atau beracun bagi kehidupan kita.
Orang toksik adalah seseorang yang secara teratur menampilkan tindakan dan perilaku yang menyakiti orang lain, yang berdampak negatif bagi kehidupan mereka.
Untuk diketahui, ada perbedaan antara menjadi orang toksik dan bertindak toksik.
Pertama, menjadi orang toksik adalah ketika itu tertanam dalam kepribadian kita, dan secara aktif menikmati menyakiti orang lain.
Kedua, bertindak toksik berarti kita melakukan tindakan beracun yang terkadang tidak sadar dilakukan ke orang lain.
Keduanya cukup membahayakan bagi diri sendiri maupun orang lain, tapi ada langkah untuk mengetahui apakah diri kita adalah orang yang toksik atau tidak.
Baca Juga: Daripada Menyimpan Dendam, Terapkan 4 Strategi untuk Memaafkan Orang Lain
Melansir Mindbodygreen, berikut tanda-tanda yang bisa diidentifikasi dalam diri apakah kita termasuk pribadi yang toksik.
1. Menganggap masalah menjadi lelucon
Kita mungkin sering melontarkan gurauan atau bercandaan kepada orang lain, tapi apakah mereka anggap itu benar-benar lelucon atau hinaan.
Kita tidak peka dengan perasaan orang lain, saat mereka bilang "Tolong hentikan itu, aku tidak nyaman."
Jika kamu menjawabnya dengan "Itu cuma bercanda.", saat itulah kita menyakiti perasaan mereka bertubi-tubi.
Dalam psikologi, dalih bercanda adalah cara untuk menutupi sesuatu yang tidak nyaman tanpa bersedia minta maaf.
2. Memaksakan kebenaran pada orang lain
Memaksakan kebenaran atau memberi nasehat kepada orang lain bisa jadi menyakiti hati mereka, apalagi kita mempromosikan hasilnya di tubuh kita.
Misalnya, ketika mereka ingin diet dengan berolahraga, tapi kamu terus memaksanya untuk membeli suplemen berat badan yang tidak diinginkan, ini akan mengganggu mereka.
Perlu kita tahu, tidak semua perspektif dan cara kita bisa diterima dan dinikmati orang lain. Sifat beracun dalam diri akan tumbuh jika terus begini.
Baca Juga: Tips Ibu Rumah Tangga Tetap Bisa Berkarya & Wujudkan Mimpi dari Rumah
3. Sarkastik
Pernyataan-pernyataan bisa sangat menusuk hati orang lain bahkan hanya beberapa frasa yang kita lontarkan.
Pernyataan memuji di awal dan menjatuhkan seseorang di akhir adalah perilaku tidak sopan dan menyinggung perasaan orang lain.
Contohnya, "Habis gajian pasti senang, ya? Traktir kita dong, jangan pelit jadi orang, tuh."
Jika mereka adalah tipe tidak enakan, mereka akan mengorbankan gajinya untuk kita yang sebanarnya tidak perlu.
Kita tidak pernah tahu apakah uangnya akan ditabung, untuk berdonasi, atau untuk keluarga mereka.
4. Suka Membandingkan
Jika kita adalah pribadi yang toksik, ditandai dengan kebiasaan kita yang suka membandingkan diri dengan orang lain.
Misalnya, saat ada teman kita bercerita dia bersedih karena tidak bisa lolos wawancara kerja.
Kamu justru berkata dengan perbandingan, " Ah, baru segitu saja lowongan yang kamu lamar. Aku dulu lebih dari 1000 lowongan nggak dipanggil-panggil biasa saja, tuh."
Perlu kita tahu, kita tidak akan paham bagaimana kesedihannya, apakah perusahaan itu menjadi dambaannya atau alasan lainnya.
Membandingkan kesedihan kita di masa lalu dengan kesedihan teman di masa kini justru akan menyinggung perasaannya.
Baca Juga: Quarter Life Crisis Vs Midlife Crisis: Perbedaan, Tanda dan Fase saat Mengalaminya
5. Senang saat orang lain susah
Kita wajib introspeksi diri saat kita bahagia ketika orang lain sedang kesusahan, sakit, depresi, dan kesulitan lainnya.
Memang empati tidak bisa muncul begitu saja, harus ada momen-momen tertentu di mana kita juga ikut prihatin karenanya.
Tanda kita adalah orang toksik lainnya adalah berpura-pura bersedih di hadapan mereka, padahal di hati kita sangat bahagia.
Jika kita mengenali tanda-tanda toksik ini dalam diri kita, akan lebih baik jika melukan introspeksi diri bahwa sifat ini harus diubah.
Mungkin sulit pada awalnya, tapi jika perlahan-lahan kita memperbaikinya dengan sadar maka sifat ini akan berangsur-angsur berkurang.
Jika sangat sulit untuk berjuang sendirian, kita bisa melakukan perawatan profesional seperti ke psikolog atau psikiater untuk penanganan lebih lanjut.
(*)