Parapuan.co - Kawan Puan, media sosial sedang dihebohkan dengan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap tiga anak perempuan oleh ayah kandungnya.
Kabarnya, kasus pemerkosaan yang diduga terjadi di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, tersebut tidak lagi diproses oleh kepolisian setempat.
Laporan pemerkosaan yang disampaikan oleh ibu kandung dari korban, diangkat oleh situs Project Multatuli.
Berita ini berhasil menjadi sorotan masyarakat Indonesia sampai hari ini.
Banyak situs jurnal yang kini membantu Project Multatuli untuk menyebarkan laporan tersebut.
Menanggapi polemik penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak di tahun 2019 tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga buka suara.
Baca Juga: Tanggapan Kementerian PPPA atas Dugaan Kasus Pemerkosaan Tiga Anak di Luwu Timur
Berdasarkan rilis yang PARAPUAN terima, pemerintah tidak memberikan toleransi atas segala bentuk kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan seksual.
Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan serius dan penanganan terhadap korban dan pelaku harus mendapat perhatian khusus.
Pemerintah dan lembaga hukum harus mengutamakan hak-hak anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
"Menyikapi polemik penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Luwu Timur dan saat ini menjadi isu viral di media, saya mengajak semua pihak untuk bersama-sama mendalami," tutur Bintang.
"Kita harus memahami kembali kasus ini secara utuh dengan berbagai perspektif," tambahnya.
"Yang jelas, pemerintah tidak akan memberikan toleransi atas segala bentuk kekerasan terhadap anak," katanya lebih lanjut.
Menteri Bintang kembali menegaskan bahwa semua pihak perlu berhati-hati dan cermat menanggapi kasus ini.
Setiap pihak juga perlu menghargai setiap proses hukum yang telah dilakukan, namun tetap tidak mengabaikan kepentingan terbaik bagi anak.
Maka itu, Menteri Bintang menyatakan akan menurunkan tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129.
SAPA 129 berada di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) untuk melakukan asesmen lanjutan atas penanganan kasus ini.
Baca Juga: Koalisi Anti Kekerasan Seksual Desak Polisi Usut Dugaan Kasus Pemerrkosaan Luwu Timur
"Kami akan menurunkan tim untuk mendalami penanganan kasus ini. Kami harap semua pihak dapat bekerja sama dan saling mendukung dalam prosesnya," tegas Bintang.
"Kami juga mendorong semua pihak, khususnya pendamping kasus, untuk turut serta mengumpulkan setiap informasi penting terkait kasus ini," katanya lebih lanjut.
"Karena bukan tidak mungkin, kasus ini akan dibuka kembali, jika bukti-bukti yang diberikan kepada pihak kepolisian sudah cukup," tutup Menteri Bintang.
Sejak Tahun 2019 sampai dengan 2020, Kementerian PPPA sudah melakukan koordinasi terkait kasus tersebut bersama UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak).
Selain itu Kementerian PPPA sudah bekerja sama dengan Dinas PPPA Provinsi Sulawesi Selatan.
Saat koordinasi dilakukan, proses hukum sudah berjalan dengan semestinya dan ditemukan tidak cukup bukti untuk memproses kasus ini lebih lanjut.
Maka, pihak kepolisian menghentikan kasusnya sementara, namun kasus ini bisa dibuka kembali dengan catatan ada bukti-bukti baru yang ditemukan.
Oleh karena itu, keterlibatan semua pihak menjadi penting untuk membantu mencari titik terang kasus ini.
Laporan yang viral di media sosial ini berupa pemberitaan mengenai tiga anak yang diperkosa namun penyelidikannya dihentikan polisi.
Baca Juga: Peringatan 37 Tahun CEDAW, Komnas Perempuan Minta Hak Korban Pemerkosaan Terpenuhi
Kasus yang terjadi di tahun 2019 tersebut dilaporkan oleh seorang ibu bernama Lydia (nama samaran).
Ia menyampaikan dugaan pemerkosaan terhadap tiga anak kandungnya oleh mantan suaminya.
Lydia pun telah melaporkan perkara tersebut ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Luwu Timur, serta Polres Luwu Timur.
Lydia kemudian menyampaikan bahwa ia tidak mendapatkan keadilan dari dua instansi tersebut dan dianggap mengidap gangguan kesehatan mental.
Polres Luwu Timur menghentikan proses penyidikan kasus pemerkosaan tersebut pada tanggal 10 Desember 2019 akibat kekurangan bukti. (*)