Profil Sulianti Saroso, Dokter Penggagas KB yang Pernah Ditegur Soekarno

Arintha Widya - Senin, 25 Oktober 2021
Sulianti Saroso, dokter perempuan yang ternyata adalah penggagas KB
Sulianti Saroso, dokter perempuan yang ternyata adalah penggagas KB

Parapuan.co - Kawan Puan mungkin belum pernah mendengar profil dan biodata Dokter Sulianti Saroso.

Akan tetapi, ketika mendengar nama RSPI (Rumah Sakit Penyakit Infeksi) Prof. Dr. Sulianti Saroso di Jakarta Utara, sebagian dari Kawan Puan barangkali sudah familier.

Nama Sulianti Saroso dulunya dikenal pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan Indonesia.

Ia adalah sosok yang banyak berkontribusi terhadap dunia kesehatan Tanah Air, termasuk menyumbangkan ide terkait Keluarga Berencana (KB).

Baca Juga: Sejarah Pendidikan dan Profesi Dokter di Indonesia, Dulu Jadi Mantri

Sosoknya juga mengikuti berbagai organisasi perempuan, seperti Konggres Wanita Indonesia (Kowani) dan Badan Konggres Pemuda Republik Indonesia sebagai wakil Pemuda Puteri Indonesia (PPI).

Tak cukup sampai di situ, perempuan berdedikasi ini bahkan pernah diangkat menjadi anggota badan eksekutif dan Ketua Majelis Kesehatan di WHO (Badan Kesehatan Dunia).

Seperti apa kisahnya? Simak informasi tentang profil dan biodata Sulianti Saroso sebagaimana mengutip Kompas berikut ini!

Profil Singkat Sulianti Saroso

Perempuan yang akrab disapa Sul saat muda ini memiliki nama asli Julie Sulianti, lahir di Bali, 10 Mei 1917.

Saroso sendiri diambil dari nama suaminya setelah ia menikah dengan seorang doktor di bidang ekonomi.

Setelah menyelesaikan sekolah menengah di Gymnasium, Bandung pada tahun 1935, Sul langsung melanjutkan ke Sekolah Tinggi Kedokteran.

Kala itu, Jakarta masih bernama Batavia dan Sekolah Tinggi Kedokteran yang dimaksud dahulu bernama Geneeskundige Hoge Scholl.

Tahun 1942, Sul lulus dan langsung bekerja di Centrale Burgelijke Ziekenhuis atau yang kini lebih dikenal dengan nama RS Cipto Mangunkusumo.

Baca Juga: Hari Dokter Nasional, Siapa Sangka 5 Artis Perempuan Ini Ternyata Dokter

Masa Sebelum dan Sesudah Kemerdekaan

Sulianti pernah berada di tengah-tengah peperangan membantu para pejuang yang terluka.

Tak hanya mengobati, ia bahkan mengelola dapur umum untuk memenuhi kebutuhan gerilyawan yang masuk kota.

Perempuan bergelar Profesor Doktor ini juga sempat membantu mengirimkan obat di beberapa daerah di Indonesia, seperti Yogyakarta, Gresik, dan Demak.

Sesudah kemerdekaan, barulah Sulianti memfokuskan diri pada dunia kedokteran dan bekerja di Kementerian Kesehatan pada 1951-1961.

Kala itu, ia bertanggung jawab sebagai Kepala Bagian Kesejahteraan Ibu dan Anak.

Sul bahkan mendapatkan beasiswa dari Unicef untuk memperdalam pengetahuan di bidang Kesehatan Masyarakat dan Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA).

Suatu ketika, ia meminta pemerintah untuk mengendalikan angka kelahiran melalui pendidikan seksual dan gerakan Keluarga Berencana (KB).

Sayang, gagasannya terkait kedua hal tersebut ditolak Presiden Soekarno dan Wapres Muhammad Hatta beserta jajaran pemerintah.

Bung Hatta bahkan disebut tak ingin lagi mendengar Sul mendiskusikan tentang kedua idenya tadi.

Semenjak saat itu, Sul menjadi lebih berhati-hati di tengah ketegangan politik mengenai pelanggaran moral atas KB.

Baca Juga: Diperingati Tiap 24 Oktober 2021, Ini Sejarah Hari Dokter Nasional

Akhir Karier

Sulianti Saroso menjadi anggota di WHO selama kurang lebih 25 tahun. Semasa menjabat, hanya ada dua perempuan di WHO.

Selain Sul, ada pula seorang dokter perempuan dari India yang bernama Rajkumari Amrit Kaur.

Perempuan asal Karangasem, Bali ini meninggal dunia pada 29 April 1991 dan namanya dijadikan nama rumah sakit untuk mengenang jasa-jasanya semasa hidup.

Hebat dan inspiratif ya, Kawan Puan. (*)

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Linda Fitria


REKOMENDASI HARI INI

Retno Marsudi Jadi Direktur Perusahaan Energi di Singapura, Apa Tugasnya?