Parapuan.co - Kekerasan pada perempuan dan anak menjadi persoalan yang kini marak terjadi dan meningkat setiap tahunnya.
Seperti diberitakan Kompas.tv, jumlah kekerasan terhadap anak periode 2019 - September 2020 sebanyak 31.768 kasus, dengan jumlah korban sebanyak 35.103 anak.
Data tersebut diketahui dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Dari jumlah tersebut, 10.694 korban di antaranya merupakan anak laki-laki dan 24.409 sisanya merupakan anak perempuan, atau sekitar 2,3 kali lipat jumlah korban anak laki-laki.
Baca Juga: Dampak Kekerasan pada Perempuan di Tempat Kerja dan Cara Mengatasinya
Sementara itu, kasus kekerasan pada perempuan periode 2019 - September 2020 sebanyak 24.325 kasus dengan jumlah korban sebanyak 24.584 orang.
Berdasarkan data tersebut, Menteri PPPA Bintang Puspayoga mengatakan bahwa hal ini harus menjadi perhatian bersama.
"Tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak seyogyanya menjadi perhatian bersama. Perempuan dan anak sangat rentan mengalami kekerasan, karena itu semua pihak harus melakukan gerakan bersama mencegah semua tindak kekerasan itu," tegasnya, Selasa (26/10/2021), seperti dilansir laman resmi Kementerian PPPA via Kompas.tv.
Masih melansir Kompas.tv, kekerasan fisik merupakan jenis kekerasan yang paling banyak dialami perempuan, jumlahnya 41,7 persen.
Selanjutnya kekerasan psikis (29,1 persen), penelantaran (11,0 persen) dan kekerasan seksual (10,5 persen).
Kasus eksploitasi dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang tercatat pada SIMFONI PPA sebanyak 0,3 persen dan 1,5 persen, dan sisanya kekerasan lain sebanyak 5,8 persen.
Selanjutnya, yang lebih memprihatinkan yakni jenis kekerasan yang paling banyak dialami oleh anak perempuan adalah kekerasan seksual, dengan jumlah 45,4 persen.
Selanjutnya kekerasan pada perempuan, terutama yang terjadi pada anak ini dapat berdampak pada tumbuh kembangnya.
"Lebih memprihatinkan, jenis kekerasan paling banyak dialami anak-anak adalah kekerasan seksual mencapai 45,4 persen. Ini harus menjadi perhatian bersama, mengingat dampak kekerasan seksual yang dialami anak-anak, akan sangat berdampak pada tumbuh kembang dan kehidupan mereka di saat dewasa," tegas Bintang.
Kekerasan fisik masuk dalam urutan kedua kasus kekerasan pada anak.
Sebanyak 20,4 persen, kemudian kekerasan psikis sebanyak 18,1 persen, penelantaran 5,6 persen dan kekerasan lainnya 8,2 persen, sedangkan eksploitasi dan TPPO masing-masing di bawah 2 persen.
Baca Juga: Kekerasan pada Perempuan Gaslighting di Tempat Kerja, Lakukan Hal Ini
Bintang melanjutkan, saat ini pihaknya tengah menyusun mekanisme pelayanan tingkat nasional yang terpadu dan komprehensif.
Selain itu, pihaknya juga mendorong perluasan pelayanan ke daerah-daerah sebagai upaya penanganan kasus tersebut.
Pihaknya juga telah meluncurkan layanan rujukan akhir berupa Ruang Layanan SAPA 129 melalui Hotline 129.
Ada juga layanan melalui WhatsApp 08111-129-129 yang beroperasional 24 Jam.
Melalui layanan ini korban kekerasan dapat mengadukan masalahnya.
Untuk diketahui, jumlah pengaduan anak periode Maret 2021 hingga September 2021 melalui layanan SAPA 129 sebanyak 14.459 aduan.
Korban kekerasan seksual juga dapat mengadu melalui layanan ini.
Sementara itu, terdapat 6.396 pengaduan melalui telepon.
Sedangkan pengaduan perempuan periode Januari – September sebanyak 594 pengaduan, dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menempati urutan pertama.
Selanjutnya, seperti diberitakan Parapuan, KDRT dapat berdampak pada anak.
Berikut efek yang mungkin terjadi pada anak, dijelaskan dalam briefing oleh Royal College of Psychiatrists (2004):
- Mereka mungkin menjadi cemas atau depresi;
- Mereka mungkin mengalami kesulitan tidur;
- Mereka mengalami mimpi buruk atau kilas balik;
- Mereka dapat dengan mudah terkejut;
Baca Juga: Peran Ketahanan Keluarga dalam Mencegah Kekerasan pada Perempuan
- Mereka mungkin mengeluhkan gejala fisik seperti sakit perut dan mungkin mulai mengompol;
- Mereka mungkin mengalami temper tantrum dan masalah dengan sekolah;
- Mereka mungkin berperilaku seolah-olah mereka jauh lebih muda dari mereka;
- Mereka mungkin menjadi agresif atau mereka mungkin menginternalisasi kesusahan mereka dan menarik diri dari orang lain;
- Mereka mungkin memiliki rasa harga diri yang lebih rendah.
Maka itu, persoalan kekerasan pada perempuan dan anak menjadi persoalan kompleks yang harus mendapatkan penanganan tepat dari banyak pihak.
(*)