Parapuan.co - Siapa yang tidak mengenal sosok pahlawan emansipasi, RA Kartini yang sudah banyak berjasa bagi pendidikan perempuan di Indonesia.
Namun, barangkali Kawan Puan belum sepenuhnya tahu bagaimana perjuangan RA Kartini hingga akhirnya perempuan dapat mengenyam pendidikan sejak dini.
Untuk itu, ada baiknya kamu mengetahui sebesar apa perjuangan RA Kartini dan seperti apa perjalanannya memberdayakan perempuan.
Baca Juga: Kawan Puan, Catat 6 Tips Agar Suaramu Didengar di Tempat Kerja Ini
Keprihatinan atas kondisi perempuan pribumi
Semasa hidup Kartini, ia menyoroti kondisi perempuan pribumi yang hampir tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan.
Pada zaman itu, banyak perempuan di bawah 17 tahun yang sudah dinikahkan. Bahkan, gadis 12 tahun menikah pun sudah terdengar biasa.
Ia sendiri bahkan bisa dibilang tidak mendapat pendidikan tinggi, tetapi cukup beruntung dapat belajar dari buku-buku yang dikirimkan kakaknya dari Belanda.
Lantaran ia mendapat kesempatan itu, ia ingin perempuan-perempuan lain juga memperoleh kesempatan yang sama.
Perempuan berdarah ningrat kelahiran 1879 itu bahkan mengalami sendiri, bagaimana ia tidak diizinkan bersekolah.
Seperti diketahui, ia dinikahkan sebelum sempat pergi ke Belanda dan merelakan mimpinya untuk melanjutkan pendidikan di sana.
Di samping berjuang dari balik kediamannya, Kartini juga memperjuangkan hak perempuan dengan mencurahkan isi hatinya melalui surat.
Ia berkenalan dengan seorang perempuan asal Belanda dan mengungkapkan kegelisahannya.
Sayang, hal itu tidak cukup untuk membuat sang ayah mengizinkannya meneruskan pendidikan.
Ketika mendapat izin, kondisi kesehatan sang ayah memburuk sehingga mengubah keputusan Kartini untuk menerima lamaran Bupati Rembang.
Baca Juga: 7 Pekerjaan yang Cocok untuk Perempuan Karakter Pemalu, Apa Saja?
Pernikahan Kartini membuka mimpi baru
Seketika, pandangan Kartini tentang budaya Jawa dan pernikahan berubah. Ia merasa menikah bisa saja mewujudkan mimpinya untuk memperjuangkan pendidikan perempuan.
Jelang pernikahan, ia pun memiliki mimpi lain untuk mendirikan sekolah khusus bagi perempuan pribumi tanpa memandang kelas sosial.
Alhasil, ia mengajukan syarat kepada calon suaminya agar diizinkan mendirikan sekolah di Rembang dan langsung disetujui oleh sang bupati.
Adipati Ario Singgih Djojoadhiningrat, suami Kartini mendukung penuh keinginan itu dan menyediakan tempat untuk dijadikan sekolah bagi perempuan.
Lokasi tersebut terletak di sebalah timur pintu gerbang kompleks kantor Bupati Rembang kala itu.
Berkat kegigihannya, namanya semakin dikenal dan memberdayakan perempuan untuk tidak takut memperjuangkan haknya mendapatkan pendidikan setara laki-laki.
Baca Juga: Lewat Asuransi Jiwa Syariah, Prudential Dorong Peningkatan Literasi Keuangan Perempuan
Sepeninggal Kartini pada 17 September 1904, masyarakat pun semakin sadar pentingnya pendidikan bagi semua kalangan.
Hingga di tahun 1912, didirikan Sekolah Wanita oleh yayasan Kartini di Semarang, lalu di Surabaya, Yogyakarta, Malang, dan kota-kota lainnya.
Perjuangan itu jelas tidak sia-sia, ya, Kawan Puan? Terbukti, kini perempuan bisa mengenyam pendidikan setinggi apa pun.
(*)