Parapuan.co - Kawan Puan, banjir yang terjadi Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat (Kalbar) sudah lebih dari dua pekan.
Banjir ini terjadi sejak Jumat (22/10/2021), namun sampai sekarang air belum juga menunjukkan tanda-tanda akan surut.
Selama itu pula, warga di sana harus mengungsi dan juga melakukan aktivitas di dalam genangan air.
Kenaikan air juga sempat terjadi kembali pada Sabtu malam (6/11/2021) pukul 21.13 WIB.
Baca Juga: Waspada! Inilah 7 Macam Penyakit yang Rentan Menular setelah Banjir
Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari mengatakan, ada 12 kecamatan yang tergenang banjir, mulai dari Kecamatan Binjai Hulu hingga Sintang.
“Pantauan BPBD setempat tinggi muka air mengalami kenaikan kembali. Hingga kini, Kabupaten Sintang masih berada pada status tanggap darurat,” kata Muhari melansir dari Kompas.com, Minggu (7/11/2021).
Pihaknya mengatakan berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sintang ketinggian muka air berkisar 1 hingga 3 meter.
Sampai dengan Sabtu, (6/11/2021) ada sebanyak 24.522 kepala keluarga atau sekitar 87.496 jiwa terdampak banjir.
Banjir juga mengakibatkan dua warga meninggal, masing-masing di Kecamatan Tempunak dan Binjai.
Tercatat kerugian sementara sebanyak 21.000 unit rumah dan 5 jembatan terdampak, termasuk sejumlah sarana tempat ibadah yang terendam air.
Adapun 12 kecamatan yang terdampak banjir yakni:
1. Kecamatan Kayan Hulu
2. Kecamatan Kayan Hilir
3. Kecamatan Binjai Hulu
4. Kecamatan Sintang
5. Kecamatan Tempunak
6. Kecamatan Sepauk
7. Kecamatan Ketungau Hilir
8. Kecamatan Dedai
9. Kecamatan Serawai
10. Kecamatan Ambalau
11. Kecamatan Sei Tabelian
12. Kecamatan Kelam Permai
Baca Juga: Jaga Diri dan Keluarga saat Banjir Terjadi, Antisipasi dengan Cara Ini
Disinyalir, penyebab banjir diduga akibat degradasi lingkungan khususnya kondisi daerah aliran sungai (DAS) yang kritis.
Kabupaten Sintang memiliki alokasi kawasan hutan sebesar 59 persen dari luas wilayahnya atau sekitar 1,3 juta hektare dari total luas Sintang 2 juta ha.
Berdasarkan data Balai Pengelola DAS dan Hutan Lindung Kapuas, dari sekitar 14 juta ha luas DAS di Kalbar (termasuk Sintang), sekitar 1,01 juta ha di antaranya dalam kondisi kritis, di antaranya DAS Kapuas.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar Nikodemus Ale mengungkapkan bahwa sebagian besar DAS kritis.
Menurut Ale sebagian besar daerah penyangga DAS Kapuas mengalami deforestasi karena pembukaan tutupan hutan untuk aktivitas ekstraktif.
”Yang perlu dilakukan adalah peninjauan ulang tata ruang. Perizinan yang ada hendaknya ditinjau ulang,” kata Ale.
Sementara itu, pengajar Hidrologi Lingkungan, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak Kiki Prio Utomo mengungkapkan, banjir di Sintang disebabkan perubahan tata guna lahan atau pemanfaatan lahan.
Ia mengatakan, pada dasarnya Sintang secara alamiah adalah daerah yang akan kebanjiran karena berada di tengah dari DAS Kapuas serta adanya beberapa anak sungai lainnya.
Akan tetapi, jika melihat data yang ada, pada tahun 2021 banjir besar sudah terjadi beberapa kali.
Padahal antara tahun 2017-2021, banjir terjadi setiap tahun. Hanya pada tahun 2019 tidak dilaporkan ada banjir.
Meskipun di tahun 2018 tahun yang relatif kering, tetapi masih terjadi banjir. "Artinya memang secara alamiah risiko banjirnya ada,” kata Kiki.
Meskipun begitu, bukan berarti banjir di Sintang ini bisa dibiarkan. Apalagi banjir ini sudah terjadi sampai dua pekan.
Sudah saatnya semua pihak turun tangan untuk membantu mengatasi banjir yang terjadi di Sintang.
Kawan Puan pun yang ingin membantu masyarakat di Sintang bisa menyalurkan donasi melalui platform yang tepercaya.
Baca Juga: Akibat Curah Hujan Tinggi, 3 Daerah di Indonesia Ini Alami Banjir
(*)