Parapuan.co - Kekerasan pada perempuan secara seksual masih marak terjadi di tempat kerja.
Padahal, seharusnya tempat kerja bisa menjadi tempat yang aman bagi perempuan dan pekerja lainnya.
Maka dari itu, perlu adanya pencegahan dan perlawanan tehadap pelecehan seksual di tempat kerja.
"Pelecehan seksual di tempat kerja perlu disikapi dengan struktural," ungkap Alvin Nicola, founder Never Okay Project, dalam Webinar Sexual Harrasment in the Workplace: Get Ride of the 'Old School Approaches', pada Jumat (26/11/2021).
Secara umum, praktik pelecehan seksual di tempat kerja perlu disikapi secara struktural.
Baca Juga: 16 HAKTP, Ini Pendapat Chelsea Islan dan Defia Rosmaniar soal Kekerasan pada Perempuan
Selanjutnya, kekerasan pada perempuan dan pekerja di tempat kerja perlu mendapatkan penyelesaian secara kebijakan.
Faktanya, terdapat pola unik yang begitu kompleks dibanding pelecehan seksual di konteks lain, walaupun sama-sama memiliki dampak tertentu bagi penyintas.
Alvin menambahkan bahwa pekerja, pihak perusahaan, dan stakeholder perlu memperhatikan ini.
Terutama pemerintah harus mengisi loop hole dalam konteks kebijakan.
Selain itu, setiap orang yang bekerja di segala sektor dapat memastikan tempat kerjanya masing-masing memiliki komitmen baik dalam anti pelecehan seksual di tempat kerja atau tidak.
Penting untuk diketahui, kejahatan seksual di tempat kerja perlu menjadi perhatian pekerja, perusahaan, dan pihak stakeholder.
Terkait kekerasan pada perempuan di tempat kerja, membangun kesadaran menjadi hal utama dapat dilakukan.
"Terdapat misi utama membangun basis utama kesadaran di level pekerja dengan platform di Never Okay Project, hingga saat ini ada lebih dari 100 cerita dari para penyintas," tambah Alvin.
Hal ini perlu penguatan bukan hanya dari sisi komunitas tapi di level strategis.
Kemudian, ada dua riset di tahun lalu, pertama riset pelecehan seksual di tempat kerja selama pandemi.
Riset lainnya yakni potret kondisi pelecehan seksual di tempat kerja.
Untuk diketahui, permasalahan pelecehan di tempat kerja merupakan problem struktural yang perlu solusi secara struktural pula, seperti yang diungkapkan Alvin.
Kemudian apa yang dapat dilakukan penyintas dan saksi pelecehan seksual di tempat kerja?
Baca Juga: Jenis Kekerasan pada Perempuan di Bawah Umur Berbentuk Kejahatan Siber
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah pelecehan seksual di tempat kerja?
Intervensi Level Individu
1. Kenali
Sebagai penyintas
- Tingkatkan kesadaran dan pengetahuan seputar Sexual Harrasment in the Workplace.
- Periksa peraturan seputar pelecehan seksual di tempat kerja. Usulkan bila tidak ada.
- Tingkatkan sensitivitas gender.
- Bangun kultur kerja yang sehat.
Langkah-langkah ini termasuk ke dalam kategori preventif.
Selanjutnya, berikut yang dapat dilakukan saat ada kejahatan seksual di tempat kerja.
Sebagai saksi
- Delay: Setelah insiden selesai, periksa kondisi korban, bersedia menjadi saksi dalam pelaporan.
- Direct: Intervensi yang dilakukan langsung pada saat insiden. Cek keamanan Anda terlebih dulu. Contoh: Mengamankan korban, menegur pelaku.
- Distract: Startegi untuk mengakhiri insiden dengan mengalihkan perhatian pelaku. Contoh: alihkan pembicaraan.
- Delegate: Strategi untuk mendelegasikan intervensi kepada pihak yang lebih mumpuni. Contoh: minta rekan kerja senior atau HR untuk menegur pelaku.
- Document: Dokumentasikan kejadian dalam foto, video, catatan kronologi untuk mendukung pelaporan. Hati-hati! Jangan menyebarkan hasil dokumentasi.
Baca Juga: Efek Trauma Korban Kekerasan pada Perempuan di Bawah Umur
2. Tegaskan
- Tegaskan batasan antraa pertemanan dan profesionalisme
- Tegaskan batasan antara ruang publik dan ruang privat
- Tegur pelaku bila kasus masih dapat ditangani sendiri
- Mulai lawan sejak pertama kali terjadi STOP Normalisasi.
Contoh: lawan pelecehan verbal.
3. Laporkan
- Catat kronologi
- Minta dukungan saksi dan serikat pekerja
- Temukan korban lain
- Lapor ke HR/Personalia
- Tetap pertahankan kinerja
- Dapatkan dukungan dari orang terdekat
Kawan Puan, proses pelaporan tentang hal ini sering kali membangkitkan trauma bagi para penyintas.
Oleh karena itu, mempersiapkan diri dan hal-hal yang dapat memperkuat pelaporan sangat disarankan.
Hal ini dapat dilakukan saat menjadi penyintas atau saksi ketika adanya kekerasan pada perempuan secara seksual di tempat kerja. (*)