Sayangnya, sampai dengan sekarang undang-undang yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tindak kekerasan seksual adalah aturan yang generalis.
Belum lagi adanya pasal karet dalam KUHP yang belum maksimal dalam menyelesaikan masalah kekerasan seksual.
Pasal-pasal dalam KUHP yang selama ini digunakan untuk kasus kekerasan seksual masih terlalu umum sehingga ada hak-hak korban yang tidak terpenuhi.
"Di KUHP ada pasal karet untuk kesusilaan di Pasal 281 ayat ke-2 KUHP," terangnya.
Menurut Lucky, istilah "pasal karet" yang ia sematkan dalam peraturan tersebut adalah karena pasal tersebut masih sangat generalis.
Pasal yang disebutkan Lucky masih sangat umum untuk menyelesaikan kasus tindak pidana kekerasan seksual.
Menurutnya, pasal tersebut seolah jadi formalitas belaka agar tidak terjadi kekosongan norma.
"Ini saya yang mengistilahkan sendiri karena bisa menjadi pasal sapu jagat untuk perbuatan yang melanggar kesusilaan selama tidak ada aturan khususnya agar tidak terjadi kekosongan norma," jelasnya.
Perempuan itu pun pada akhirnya mendorong serta mendesak pengesahan RUU TPKS demi bisa melindungi korban kekerasan seksual.
"Oleh karenanya RUU TPKS sangat mendesak untuk disahkan," katanya dengan tegas.
Baca Juga: Mahasiswi Mojokerto Ditemukan Tewas Dekat Makam Ayahnya, Diduga Korban Kekerasan Seksual