Parapuan.co - Kasus yang dialami Novia Widyasari, mahasiswi di Malang yang bunuh diri beberapa waktu lalu itu memang mengejutkan publik.
Pasalnya Novia Widyasari ini mengalami depresi hingga akhirnya memutuskan bunuh diri di makam sang ayah.
Tentunya bukan hanya keluarga saja yang terkejut, masyarakat luas pun kaget ketika ada orang yang depresi hingga akhirnya menyudahi hidup di dunia.
Depresi yang termasuk ke dalam gangguan kejiwaan ini harus segera ditangani dan mendapat bantuan.
Bantuan bisa diberikan dari orang terdekat, misalnya saja oleh teman.
Baca Juga: Menghadapi Masa Depan Tanpa Khawatir, Semudah Lakukan 3 Hal Ini
Lantas, kalau ada teman yang mengalami depresi, apa yang harus dilakukan?
Berkaca dari kasus Novia Widyasari, RA Oriza Sativa, S.Psi, Psi,CH,CCR mengungkap bahwa seseorang yang mengalami depresi itu tidak bisa berpikir.
Menurutnya salah apabila teman yang depresi itu harus diberi semangat.
"Orang depresi itu pikirannya tidak jernih, keruh, makanya sampai banyak yang bunuh diri itu karena mereka tidak bisa berpikir jernih," papar Oriza Sativa, saat dihubungi PARAPUAN.
Oriza menegaskan langkah pertama mengatasi teman yang depresi adalah memastikan si pengidap depresi masih tetap hidup.
Baca Juga: Psikoterapis Bagikan 5 Cara Efektif Mengatasi Rasa Takut Berlebihan
Bagaimana caranya?
"Memastikan dia masih tetap hidup, yaitu dengan basic need-nya atau kebutuhan dasarnya," ujarnya.
Seperti kalau belum makan, maka jika perlu disuapi, kemudian jika pengidap depresi tidak bisa tidur, bantu agar tertidur.
Oriza menegaskan, apabila sampai tiga hari korban tidak tidur, maka berilah obat tidur.
"Sampai kayak gitu kita sebagai teman, jadi memastikan bahwa fisiknya oke dulu gitu ya," ujarnya.
Oriza berpesan bahwa jika ada kawan yang depresi, pastikan Kawan Puan selalu ada buat dia.
"Lu enggak harus ceirta atau gua enggak harus ngomong, yang penting gua ada di samping lo. Someday, lu perlu bahu untuk menangis, untuk bersandar kita ada," sarannya.
Oriza juga mengungkap bahwa sebaiknya hindari nasihat-nasihat yang seolah-olah justru membuat korban depresi menjauh.
"Karena apa? Ujung-ujungnya kurang salat, kurang berdoa, enak aja orang ngomong kayak gitu, itu enggak bisa seperti itu," ucapnya.
Menurutnya memang dalam jiwa seseorang itu ada sisi spiritualnya, tapi harus dipahami dalam sisi konteks klinis.
Baca Juga: Mengenal Alexithymia, Penyebab dan Gejala Kesulitan Mengungkapkan Emosi
"Kita pun musti pahami orang menjadi depresi pun itu menjadi suatu konteks yang rumit dan tidak sesepele lemah iman," tambahnya.
Kembali ditegaskan oleh Oriza bahwa penyakit kejiwaan itu suatu proses yang rumit, salah satunya misalnya ada kelainan neurotransmitter di otak.
Kondisi tersebut sangat mungkin membuat orang menjadi lebih mudah mengalami depresi. (*)