Menurut keterangan Happy, para penikmat seni dapat melihat jelas setiap pergantian babak dan set, bagaimana kerja sama aktor dan kru terasa begitu dekat dan nyata.
"Pertunjukan ini bagi saya pribadi membuka banyak pikiran akan cita-cita kemerdekaan yang diucapkan oleh Bung Sjahrir, Bung Hatta, Bung Iwa Soemantri, dan Bung Cipto," tambahnya.
Happy Salma berharap penikmat seni yang akan menyaksikan lakon ini dari rumah secara virtual dapat merasakan energi yang sama dengan menontonnya secara langsung.
Sebuah novel karya Sergius Sutanto bertajuk Bung Di Banda menarik perhatian Titimangsa Foundation untuk dipentaskan sebagai produksi ke-52.
Novel ini dialih wahanakan oleh almarhum Gunawan Maryanto sebagai naskah lakon pementasan.
Baca Juga: Nonton Teater di Rumah Saja, Indonesia Kaya Hadirkan Musikal Horor IBU
Kemudian, ditafsir ulang oleh Wawan Sofwan untuk pertunjukan Mereka Yang Menunggu Di Banda Naira.
Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation menyatakan alasan lakon ini diadakan secara hybrid.
"Sebagai bukti bahwa dunia seni pertunjukan di Indonesia dan para pekerja seni selalu menemukan cara untuk terus hidup dan berkembang dalam situasi dan kondisi apapun," katanya.
Selama kurang lebih 120 menit, Mereka yang Menunggu di Banda Naira menceritakan tentang pertemuan empat tokoh pergerakan Indonesia.
Tokoh tersebut adalah Bung Syahrir, Bung Hatta, Bung Tjipto dan Bung Iwa, di tanah pembuangan Banda Naira.