Parapuan.co - Fenomena boneka arwah atau spirit doll sedang marak diperbincangkan.
Pesohor Tanah Air pun memiliki spirit doll dan menganggap boneka tersebut sebagai teman.
Dalam Tribunnews, Dosen Departemen Psikologi Sosial Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran, Dr. Retno Hanggraini Ninin, M.Psi melihat fenomena ini dari sudut pandang psikologi.
Menurut Ninin, fenomena adopsi spirit doll tidak dilepaskan dari tumbuh kembang seseorang.
Setiap orang terlahir dengan kapasitas psikologis yang berhubungan dengan kemampuan bertahan menghadapi situasi atau persoalan.
Kapasitas itu ditumbuhkan dan dikembangkan melalui berbagai hal.
Nantinya, hal ini dapat memengaruhi apakah kemampuannya makin mumpuni dalam menghadapi berbagai persoalan ketika dewasa.
Beberapa hal itu yakni pola asuh, pendidikan formal, serta pendidikan sosial.
“Kalau proses itu benar dan baik, dia akan tumbuh dengan kemampuan yang cukup untuk menghadapi persoalan hidupnya,” kata Ninin.
Baca Juga: Tanggapi Tren Artis Anggap Boneka sebagai Anak, Ria Enes: Itu Imajinasi Mereka
Akan tetapi, tak semua orang memiliki pengalaman yang positif dalam tumbuh kembangnya.
Ada beragam pengalaman pola asuh, pendidikan, dan relasi tertentu yang bisa membuat kemampuan psikologis tadi menjadi kurang mumpuni atau bahkan tidak dimiliki.
Ketidakmampuan itu mendorong seseorang mencari cara-cara tertentu untuk menguatkan dirinya, salah satunya dengan menggunakan spirit doll.
“Pada dasarnya, jika seseorang dalam tumbuh kembangnya mengalami proses yang positif dan ideal, maka hal-hal itu tidak diperlukan,” imbuhnya.
Diungkapkan oleh Ninin, kewajaran memiliki spirit doll bergantung pada peran yang diletakkan pemiliknya pada boneka tersebut.
Wajarkah Adopsi Spirit Doll?
Jika anak-anak yang bermain boneka dan memperlakukannya layaknya temannya, itu merupakan sebuah kewajaran dari perspektif tumbuh kembang, karena faktor usianya.
Akan tetapi, hal tersebut dianggap tidak wajar ketika dilakukan di tahapan usia lanjut.
“Pada usia anak, ketika dia berkomunikasi dengan boneka, seolah-olah bonekanya hidup dan menjadi teman bermain itu adalah sesuatu yang wajar," ujar Ninin.
Baca Juga: Viral di TikTok, Lowongan Kerja Jadi Babysitter Spirit Doll Bergaji Puluhan Juta
"Kita tidak menganggapnya wajar ketika di tahapan usia lanjut, mereka memperlakukan boneka dengan cara yang sama,” terangnya lebih lanjut.
Ketika di usia dewasa seseorang masih memperlakukan boneka seperti pada usia anak-anak, maka ada sesuatu dari kondisi psikologisnya yang mencetuskan dia untuknmembutuhkan cara tersebut.
Ketidakmampuan seseorang dalam menghadapi persoalan hidup secara mandiri kadang kala membuatnya memerlukan teman untuk mendengar, berdiskusi, dan berbicara.
Jika tak ada pihak yang bisa memberinya dukungan, bisa jadi membuat seseorang memilih untuk memiliki teman komunikasi yang lain.
“Kalau kita lihat, pada umumnya, berdasarkan tradisi dan budaya, perilaku itu bisa jadi tidak lazim," terang Ninin.
"Akan tetapi, kenyataannya ada orang yang memilih cara itu untuk membuatnya memiliki teman berkomunikasi atau teman hidup," ujarnya.
"Padahal, teman yang dia pilih itu tidak bisa menjadi partner untuk memberikan komunikasi atau emosi balasan,” jelasnya.
Baca Juga: Ramai Tren Spirit Doll, Ria Enes Ikut Cerita Awal Mula Ketemu Boneka Suzan
Karenanya, diperlukan dukungan orang terdekat untuk mengantisipasi perilaku ini, pun bagi orang dewasa yang secara psikologis sudah mandiri.
Orang tua maupun anggota keluarga lain bisa menjadi support system.
Namun, dampak support system bisa bersifat konstruktif (membangun), bisa pula destruktif (menghancurkan).
“Arah support ini bisa ke mana, bergantung kesepakatan antara anggota keluarga yang men-support dengan anggota keluarga yang di-support,” kata Ninin.
Ninin menegaskan untuk memperhatikan urgensi dari memiliki boneka tersebut.
Pada saat ia sedang berada dalam keadaan yang membutuhkan ketenangan, maka situasi ini yang mesti diwaspadai.
“Yang perlu diwaspadai juga adalah ketika seseorang membeli boneka itu hanya karena melihat efek positif dari model yang memilikinya, yang ada di media sosial, padahal yang dilihat di media sosial tersebut belum tentu benar,” ujar Ninin.
Baca Juga: Totalitas Rawat Spirit Doll, Ivan Gunawan Sebut Bonekanya Punya Babysitter Sendiri
(*)