Dua aspek tersebut adalah Ability To Pay (ATP) atau kemampuan untuk membayar dan Willingness To Pay (WTP) atau keinginan untuk membayar.
Hasil survei YLKI menyatakan bahwa ada ruang bagi pemerintah untuk menaikkan tarif KRL menjadi Rp 5.000 pada 25 km pertama.
Namun, untuk tarif pada 10 km pertama direkomendasikan agar tidak naik tarifnya dengan alasan tertentu.
"Karena aspek ATP-nya lebih rendah daripada tarif eksisting," kata Tulus Abadi, dikutip dari Kompas.com.
Menurut Tulus, untuk mengimbangi kenaikan tarif, pelayanan dari KRL pun harus ditingkatkan.
Walaupun ada isu masyarakat akan protes, Tulus berpendapat bahwa kenaikan tarif KRL ini normal.
Diketahui, terakhir kali KRL mengalami kenaikan tarif adalah pada 2016 silam, dengan itu kenaikan harga ini termasuk tidak sering.
Menurut Tulus, kenaikan ini juga akan membantu pemerintah untuk mendapatkan dana bagi pengembangan pelayanan transportasi umum KRL.
Baca Juga: Cerita Korban Pelecehan Seksual di KRL yang Dapat Respon Mengecewakan oleh Commuter Line