Parapuan.co - Perusahaan besar memakai Fighter Brand Strategy sebagai salah satu cara mengecoh kompetitor.
Strategi tersebut berarti sebuah perusahaan mengeluarkan produk serupa dengan harga yang lebih murah dibandingkan premium.
Meski strategi Fighter Brand bisa berhasil, tetapi kemungkinan penerapan cara ini gagal juga cukup besar.
Lantas, apa yang menjadi penyebab gagalnya Fighter Brand Strategy yang mesti segera diatasi perusahaan?
Berikut beberapa penyebabnya disertai cara menghindarinya sebagaimana mengutip dari American Express!
1. Persaingan sekawan
Perusahaan meluncurkan merek baru sebagai Fighter Brand untuk menarik konsumen yang mencari harga lebih terjangkau dari produk premium yang ada.
Namun, sering kali pembeli beralih ke merek baru tersebut lantaran harganya lebih mudah dan mereka tahu produknya dari perusahaan yang sama.
Dari sudut pandang konsumen, memilih merek yang lebih murah dari perusahaan sama merupakan hal wajar.
Baca Juga: Mengenal Strategi Fighter Brand yang Dipakai Merek Terkenal di Indonesia
Akan tetapi, hal itu justru membuat merek baru jadi masalah yang diciptakan sendiri untuk disaingi.
Supaya tidak terjadi hal di atas, perusahaan induk perlu memastikan bahwa harga rendah merek baru sesuai dengan kualitas yang dirasakan.
Maksudnya, hendaknya Fighter Brand yang ada dan lebih murah, kualitasnya juga lebih rendah dibandingkan merek premium.
Dengan begitu, konsumen premium kemungkinan tidak beralih dan merek baru akan menemukan pasarnya sendiri.
2. Gagal menyingkirkan kompetitor
Peluncuran merek baru tidak selalu bisa mengalahkan kompetitor meski dapat mengecoh mereka.
Apalagi jika promosinya tidak berhasil karena perusahaan merasa perlu melindungi merek premium mereka.
Misalnya, perusahaan merilis merek baru yang jauh sekali kualitasnya dari yang premium.
Hal itu membuat konsumen tentu enggan memilih Fighter Brand dan lebih tertuju pada produk sejenis lainnya dengan harga murah dan kualitas baik.
Baca Juga: Resmi Naik, Ini Daftar Harga Rokok Terbaru 2022 yang Bikin Heboh
Untuk mengatasinya, perusahaan induk harus bereaksi cepat terhadap tanggapan pelanggan dan mengatur ulang harga serta kinerja Fighter Brand.
Tidak perlu berlebihan melindungi merek premium karena membuat merek baru justru kurang efektif melawan musuh.
3. Gagal menghasilkan keuntungan
Harga dari merek baru harus cukup kompetitif untuk menjauhkan pelanggan dari beralih ke kompetitor.
Meski begitu, harganya tidak boleh terlalu murah dan malah menyebabkan perusahaan gagal mendapatkan keuntungan.
Maka itu sebelum meluncurkan merek baru sebagai pesaing, perusahaan induk perlu mempertimbangkan berbagai hal.
Di antaranya menghitung dan memastikan produk bisa menyamai harga dan nilai dari merek keluaran kompetitor.
4. Mengabaikan pelanggan
Perusahaan tidak bisa mengabaikan pelanggan dengan hanya meluncurkan merek baru untuk membuat merek premium mereka tetap laku.
Baca Juga: Saingkan 2 Merek dari 1 Perusahaan, Seberapa Efektif Fighter Brand Strategy?
Hendaknya, merek baru juga memiliki kelebihan sendiri dan menyasar konsumen tertentu.
Tidak mempertimbangkan soal pelanggan justru membuat pemasaran produk jadi sia-sia.
Perusahaan harus segera mengalihkan fokus ke target konsumen yang potensial untuk merek baru.
Tentukan apa yang diinginkan pelanggan potensial dan kembangkan merek yang kiranya sesuai kebutuhan mereka.
5. Mengalihkan fokus perusahaan
Sering kali, kehadiran merek baru justru mengalihkan perhatian perusahaan dari merek premium mereka.
Kalau sudah begitu, merek premium terancam kehilangan konsumennya di pasaran.
Ini bisa disebabkan karena keputusan strategis perusahaan hanya tertuju pada persaingan merek baru sebagai Fighter Brand.
Agar hal tersebut tidak terjadi, perusahaan perlu menginvestasikan kembali merek premiumnya.
Perlu dipastikan pula bahwa harganya sesuai dengan kualitasnya yang semakin baik.
Agar merek baru dan premium berhasil, perhatian manajemen yang diberikan kepada masing-masing harus seimbang untuk kepentingan keduanya.
Itulah tadi beberapa penyebab gagalnya strategi pemasaran Fighter Brand dan cara mengatasinya.
Semoga informasi di atas berguna bagi Kawan Puan!
Baca Juga: Banyak Dilakukan E-Commerce di Indonesia, Apa Itu Affiliate Marketing?
(*)