Parapuan.co - Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka 1994 jatuh pada hari ini Kamis (3/3/2022) dan dirayakan oleh umat Hindu di Indonesia.
Dari namanya, peringatan Hari Raya Nyepi di Bali seakan dilakukan dengan gegap gempita.
Berlainan dengan namanya, Hari Raya Nyepi justru dilakukan sebaliknya.
Hal itu diungkapkan oleh Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana, I Gede Pitana.
Ia mengatakan bahwa Hari Raya Nyepi adalah hari peringatan tahun baru bagi umat Hindu atas naiknya Raja Kanishka di India pada tahun 78 Masehi.
Raja Kanishka sendiri berasal dari sekte minoritas.
Naiknya Raja Kanishka pada tahun 78 Masehi berhasil membuat seluruh sekte yang ada di India setara dan disatukan dianggap sebagai sebuah kelahiran.
“Kelahiran agama Hindu yang harmonis. Hari Raya Nyepi juga disebut sebagai Tahun Baru Isaka dan dirayakan oleh semua umat Hindu di dunia,” kata Pitana saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/3/2020).
Pitana menuturkan bahwa ada satu hal yang unik dalam agama Hindu yang mana agama tersebut menyesuaikan dengan situasi setempat dan geografis umat berada.
Baca Juga: Intip Momen Happy Salma Rayakan Hari Suci Nyepi di Bali, Keliling Bareng Anak-anak
Sebagai gambaran, Pitana mencontohkan Hari Raya Galungan di Bali dan Diwali di India.
“Cara perayaannya beda, sesuai dengan situasi lokal. Di Bali ada Siwaratri, di India ada Maha Purnima. Penyebutannya beda, tapi esensi sama,” tutur Pitana.
Pitana mengatakan bahwa perayaan Nyepi di Bali terbilang cukup unik.
“Hari Raya Nyepi adalah hari yang sangat kami sucikan sebagai awal tahun. Untuk memulai tahun ke depan itu, kami lakukan introspeksi dan retrospeksi,” kata Pitana.
“Kami juga menghitung berbagai hal yang sudah kami perbuat. Baik itu hal yang tidak bagus, yang bagus, dan seterusnya,” tambahnya.
Dalam merayakan Nyepi, ada empat hal yang dilarang untuk dilakukan.
Empat hal tersebut bernama Catur Brata Penyepian terdiri dari amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian) , amati lelanguan (tidak bersenang-senang), dan amati geni (tidak menyalakan api).
Pitana pun menjelaskan maksud dari empat larangan tersebut.
Amati lelungan berarti bahwa umat Hindu harus berada di dalam rumah dan tidak boleh keluar dari pekarangan rumah.
Baca Juga: Aturan Hari Raya Nyepi 2022 di Bali, Jalan Tol hingga Bandara Ditutup
“Selanjutnya ada amati lelanguan. Tidak boleh menghibur atau membuat hiburan seperti nonton televisi, video, bermain game, menyalakan musik, bernyanyi, dan sebagainya,” tutur Pitana.
Sementara larangan keempat adalah amati geni yang berarti tidak boleh menyalakan api.
Selain api untuk memasak selama Nyepi, tetapi juga api yang terdapat dalam emosi manusia.
Api-api tersebut antara lain adalah api amarah, nafsu, asmara, cemburu, iri, dan lain-lain.
Dia menuturkan bahwa seluruh api tersebut harus dimatikan.
“Empat itu adalah larangan dan keharusan yang ada dalam peringatan hari suci Nyepi bagi segenap umat Hindu. Khususnya di Indonesia, lebih khusus lagi di Bali,” kata Pitana.
Bagaimana Nyepi Terjadi?
Dijelaskan oleh Pitana, pada tahun 78 Masehi di India banyak terjadi perang antar raja dan sekte.
Jika terdapat satu sekte berkuasa, maka sekte lain akan ditekan.
Baca Juga: Perayaan Nyepi 2022 di Bali, Layanan ATM Berhenti Beroperasi Mulai Rabu hingga Kamis
Setelah itu, Raja Kanishka yang berasal dari minoritas diangkat.
Diangkatnya Raja Kanishka menyebabkan peperangan dan perkelahian tersebut semakin berkurang hingga berhenti.
“Beliau dengan bijaksana mengakomodasi semua sekte sehingga tidak ada lagi sekte yang dominan. Sudah sama, seperti Pancasila. Tidak mengenal adanya minoritas dan mayoritas,” kata Pitana.
Karena hal itu, Raja Kanishka membuat seluruh sekte bisa hidup berdampingan dan bersatu.
Kendati bernama Kanishka, namun Raja Kanishka lebih dikenal sebagai Raja Isaka.
Pitana mengatakan bahwa nama tersebut disematkan karena kerajaannya bernama Isaka.
(*)