Budaya patriarki yang masih kental di wilayah tersebut juga membuat para perempuan nelayan tersebut takut akan dampak sosial yang akan diterimanya.
Namun, hal tersebut justru menjadi bahan bakar untuk terus semangat berjuang bersama dengan Masnu’ah yang juga merupakan Sekjen Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) dan Susan Herawati yang merupakan Sekjen Kuara.
Namun sayangnya, setelah para sekelompok perempuan nelayan tersebut bersedia, pada tahun 2017 ketika mendatangi kantor desa untuk mengurus kartu tersebut, Umi harus mengalami penolakan.
Alasannya, pemerintah desa setempat tidak percaya bahwa ada perempuan yang ikut melaut.
Setelah mengalami berbagai penolakan dan terus mencoba berbagai upaya, perjuangan ibu tiga anak itu bersama dengan perempuan nelayan lainnya akhirnya mulai membuahkan hasil.
Pada tahun 2017, pihak desa menyetujui perubahan pekerjaan di KTP yang semulanya tertulis ibu rumah tangga menjadi buruh nelayan/perikanan, yang ternyata sebutan “buruh” tersebut ditentang oleh para perempuan nelayan.
Para perempuan nelayan merasa, mereka bukanlah buruh, namun seorang nelayan yang sama seperti para suaminya dan juga merupakan pemilik kapal.
Khawatir mereka tidak bisa mendapatkan hak yang sama jika tertulis buruh nelayan di keterangan, Umi pun kembali mencari cara lain hingga isu tersebut akhirnya mencuri perhatian media massa.
Baca Juga: Sayyida A Hurra, Ratu Bajak Laut Perempuan yang Ditakuti Eropa
Pada Februari 2018, perjuangan Umi kembali membuahkan hasil dengan disetujuinya kata “buruh” pada surat keterangan.
Namun, lagi-lagi perjuangannya tak berakhir di situ, sebab pengurusan kartu asuransi nelayan yang dilakukan di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Demak tak kunjung rampung hingga lebih dari setahun.
Pada Februari 2019, dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang dihadiri oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, Umi akhirnya menyampaikan langsung keluh kesahnya.
Akhirnya, barulah pada 9 Agustus 2019, setelah lebih dari dua tahun berjuang bersama, sebanyak 31 perempuan nelayan di Demak resmi diakui dan mendapatkan kartu asuransi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Walaupun telah berhasil, Uminatus Sholikah menegaskan bahwa hal tersebut bukanlah akhir dari perjuangannya, sebab ia masih harus terus menumbuhkan kesadaran agar mereka dapat terus memperpanjang kartu tersebut.
Ibu tiga anak itu berharap, para nelayan dapat aktif mengurus perpanjangan dan tidak menunda-nunda. (*)