“Hal tersebut menunjukkan bagaimana pemberi kerja menilai bahwa mereka yang berpenampilan kurang menarik dianggap kurang mampu dalam pekerjaan mereka,” sambungnya.
Fenomena demikian dikenal juga dengan pretty privilege atau beauty privilege, di mana mereka yang dianggap memenuhi standar kecantikan memiliki hak istimewa yang tidak dimiliki oleh mereka yang berpenampilan biasa saja.
Melansir My Imperfect Life, standar kecantikan yang dimaksud biasanya berpusat pada ras kaukasia, yakni tubuh yang kurus, kulit putih, tinggi, dan fitur wajah simetris.
Kawan Puan mungkin juga sudah tak asing lagi dengan kedua istilah tersebut yang sering kali dibahas di media sosial.
Semakin dekat seseorang dengan standar tersebut, maka akan semakin istimewa ia dianggap oleh orang di sekitarnya, tak terkecuali di lingkungan kerja.
Seperti diungkapkan oleh broadcaster dan coach Jon Briggs, bahkan ketika orang tersebut tidak terbukti lebih baik dalam pekerjaannya, ia tetap cenderung lebih mudah dalam mendapatkan apapun.
“Meskipun tidak ada bukti bahwa mereka lebih pintar, lebih mampu, atau lebih cerdas dari orang lain. Atau tidak terbukti bahwa mereka lebih kompeten secara sosial maupun moral,” jelas Briggs.
Kendati demikian, alasan mengapa pretty privilege disukai oleh masyarakat adalah karena mereka cenderung memiliki kepercayaan diri lebih tinggi daripada mereka yang tidak memiliki hak istimewa tersebut.
“Secara ekonomi, terbukti bahwa orang yang ‘cantik’ tidak lebih produktif atau kreatif dari orang biasa. Tetapi, mereka memiliki kepercayaan diri tinggi terkait keterampilannya, dan banyak perekrut yang menilai kepercayaan diri sebagai sifat menarik,” lanjut Briggs.
Baca Juga: Ternyata Ini Standar Penampilan Menarik di Dunia Kerja Menurut Pakar