Hal itu membuat populasi Rusia bertambah hampir dua kali lipat selama Yekaterina berkuasa.
Ia juga berusaha untuk memodernisasi pemerintahan dan hukum Rusia. Namun Yekaterina mengalami banyak pertentangan dari para bangsawan yang keberatan dengan kelonggaran undang-undang terhadap budak. Kaum bangsawan saat itu berkuasa penuh dalam pengambilan kebijakan.
Ia kemudian meninggal pada tahun 1796 setelah 34 tahun memerintah. Meski kekuasaan banyak dipegang oleh kaum bangsawan saat pemerintahan Yekaterina, namun kecerdikannya dalam berpolitik membuat dirinya digelari "Yang Agung”.
Selain itu, Yekaterina juga mendukung perkembangan seni dan budaya Rusia.
Sisi gelap Yekaterina
Di balik kecerdikan dan ketangguhannya sebagai seorang pemimpin perempuan, Yekaterina kerap dicap sebagai seorang hiperseks yang bejat dan ia kerap melakukan perselingkuhan.
Ia pernah mengangkat beberapa kekasih di kabinetnya, namun ia tidak menikah lagi.
Skandal tersebut dijadikan sebagai alat untuk menjatuhkan kekuasaanya. Tak heran, mereka yang merasa terancam dengan kekuasaan Yekaterina menudingnya berselingkuh.
Salah satu musuh politiknya, Baron de Breteuil, bahkan menyatakan jika Yekaterina menggunakan semua jenis ambisi dalam dirinya.
Padahal Yekaterina menjadi pemimpin karena didorong oleh cita-cita Abad Pencerahan yang didominasi oleh gerakan intelektual dan filosofis.
Kawan Puan, demikian tadi profil mengenai Yekaterina yang merupakan pemimpian perempuan di balik modernisasi Rusia. (*)