Yekaterina, Perempuan Di Balik Modernisasi Rusia yang Dicap Hiperseks

Aulia Firafiroh - Senin, 9 Mei 2022
Yekaterina, pemimpin perempuan Rusia
Yekaterina, pemimpin perempuan Rusia grid

Parapuan.co- Pada tanggal 9 Mei setiap tahunnya diperingati sebagai Rusia dari kekalahannya dengan Nazi tahun 1945. Saat itu Uni Soviet (yang kini berganti nama menjadi Rusia) berhasil mengalahkan Nazi Jerman dalam 'Perang Patriotik Hebat' (The Great Patriotic War).

Untuk merayakannya, PARAPUAN akan membahas salah satu profil perempuan penguasa Rusia jaman dulu.

Selama ini sosok pemimpin Rusia selalu identik dengan laki-laki seperti Vladimir Putin, Boris Yeltsin, dan Dmitry Medvedev. Namun ternyata Rusia pernah dipimpin oleh seorang pemimpin perempuan pada abad ke-18.

Sosok tersebut bernama Yekaterina, penguasa perempuan terlama dalam sejarah Kekaisaran Rusia. Lalu seperti sosok Yekaterina yang namanya jarang terdengar oleh publik? Simak ulasan profilnya di bawah ini!

Melansir intisari.grid.id, Yekaterina adalah seorang politisi cerdik yang mampu memperluas perbatasan Rusia ketika mencoba merestrukturisasi pemerintahan.

Ia terlahir dengan nama asli Sophie Friederike Auguste von Anhalt-Zerbst pada tahun 1729.

Yekaterina merupakan putri dari seorang pangeran Prusia yang miskin. Meski terlahir dengan ekonomi yang susah, keluarga Yekaterina berasal dari dua keluarga berpengaruh di Jerman, yakni Anhalts dan Holsteins.

Yekaterina tumbuh dengan masa kecil yang keras dan tidak begitu indah, namun ia tetap belajar dengan memanggil tutor ke rumahnya.

Perjuangan politik Yekaterina untuk diakui

Baca juga: Atlet Angkat Besi Berusia 19 Tahun Raih Medali Emas, Ini Profil Windy Cantika Aisah

Saat berusia sepuluh tahun, Sophie dijodohkan oleh keluarganya Charles Peter Ulrich dari Schleswig-Holstein-Gottorp atau yang dikenal dengan Peter III. Peter III adalah sepupu keduanya yang merupakan calon tsar Rusia masa depan.

Peter ditunjuk oleh bibinya Elizabeth (yang saat itu masih menjadi Kaisar Rusia) sebagai penerus tahta dan menunjuk Sophie sebagai istrinya. Elizabeth sendiri belum menikah, tidak memiliki anak, dan membutuhkan ahli waris.

Pernikahan tsar Rusia dengan putri Prusia bertujuan untuk memperkuat persahabatan monarki Rusia dengan Prusia.

Pernikahan tersebut juga bertujuan untuk menghancurkan pengaruh Austria atas Kekaisaran Rusia.

Meski Sophie tidak menyukai calon suaminya, namun ia tahu apa yang diharapkannya dari pernikahan tersebut.

Sophie bahkan berusaha keras agar disukai oleh Tsarina Rusia Elizabeth, hingga belajar bahasa ke Ortodoksi Timur. Kemudian ia mengubah namanya menjadi Yekaterina atau Catherine.

Pada 1745, Yekaterina dan Peter III resmi menikah saat keduanya masih berusia 16 tahun. Lalu tujuh belas tahun kemudian, Peter III akhirnya menjadi tsar Rusia.

Namun saat itu Peter hanya memiliki sedikit sekutu, dan istrinya tidak berada di antaranya. Setelah enam bulan berkuasa, Peter III melakukan perjalanan ke Jerman.

Ketidakhadiran Peter, dimemanfaatkan Yekaterina untuk menyatakan dirinya sebagai penguasa tunggal Rusia. Kemudian Peter III meninggal tidak lama setelah itu.

Selama masa pemerintahannya, Yekaterina memperluas perbatasan Rusia secara masif dengan mencaplok tanah Krimea, Ukraina, Lithuania, Polandia, dan wilayah sekitarnya.

Hal itu membuat populasi Rusia bertambah hampir dua kali lipat selama Yekaterina berkuasa.

Ia juga berusaha untuk memodernisasi pemerintahan dan hukum Rusia. Namun Yekaterina mengalami banyak pertentangan dari para bangsawan yang keberatan dengan kelonggaran undang-undang terhadap budak. Kaum bangsawan saat itu berkuasa penuh dalam pengambilan kebijakan.

Ia kemudian meninggal pada tahun 1796 setelah 34 tahun memerintah. Meski kekuasaan banyak dipegang oleh kaum bangsawan saat pemerintahan Yekaterina, namun kecerdikannya dalam berpolitik membuat dirinya digelari "Yang Agung”.

Selain itu, Yekaterina juga mendukung perkembangan seni dan budaya Rusia.

Sisi gelap Yekaterina

Di balik kecerdikan dan ketangguhannya sebagai seorang pemimpin perempuan, Yekaterina kerap dicap sebagai seorang hiperseks yang bejat dan ia kerap melakukan perselingkuhan.

Ia pernah mengangkat beberapa kekasih di kabinetnya, namun ia tidak menikah lagi.

Skandal tersebut dijadikan sebagai alat untuk menjatuhkan kekuasaanya. Tak heran, mereka yang merasa terancam dengan kekuasaan Yekaterina menudingnya berselingkuh.

Salah satu musuh politiknya, Baron de Breteuil, bahkan menyatakan jika Yekaterina menggunakan semua jenis ambisi dalam dirinya.

Padahal Yekaterina menjadi pemimpin karena didorong oleh cita-cita Abad Pencerahan yang didominasi oleh gerakan intelektual dan filosofis.

Kawan Puan, demikian tadi profil mengenai Yekaterina yang merupakan pemimpian perempuan di balik modernisasi Rusia. (*)

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh


REKOMENDASI HARI INI

Kampanye Akbar, Paslon Frederick-Nanang: Kami Sedikit Bicara, Banyak Bekerja