Parapuan.co - Beberapa waktu belakangan ini, media sosial diramaikan oleh kabar perusahaan startup yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawannya.
Bahkan, hanya dalam waktu sepekan ini, sudah ada tiga perusahaan startup yang mem-PHK karyawannya, yakni JD.ID, Zenius, dan LinkAja.
Sebelumnya, di akhir dan awal tahun ini, juga ada dua perusahaan rintisan lainnya yang memutus hubungan kerja karyawannya.
Di antaranya adalah perusahaan startup furnitur Fabelio pada Desember 2021 dan startup pertanian TaniHub pada Februari 2021 ini.
Salah satu alasan terbesar yang menyebabkan sejumlah perusahaan tersebut harus mengambil keputusan untuk PHK ialah karena kondisi makro ekonomi yang terguncang selama masa pandemi.
Selain itu, banyak juga perusahaan yang tengah melakukan penyesuaian terhadap fokus dan kebutuhan bisnis perusahaan.
Peristiwa yang tengah melanda industri startup ini dikhawatirkan terjadi karena adanya bubble burst atau gelembung ekonomi pecah.
Lantas, apa itu fenomena bubble burst?
Melansir Investopedia, bubble burst merupakan siklus ekonomi yang ditandai dengan eskalasi cepat nilai pasar, terutama pada harga aset.
Baca Juga: 3 Perusahaan Startup Ini PHK Massal Karyawannya dalam Sepekan, Kenapa?
Inflasi yang cepat ini kemudian diikuti oleh penurunan nilai yang cepat juga atau kontraksi, inilah yang kemudian disebut sebagai bubble burst atau ledakan gelembung.
Biasanya, gelembung yang diciptakan oleh lonjakan harga aset didorong oleh perilaku pasar.
Selama fenomena tersebut terjadi, aset biasanya diperdagangkan pada harga atau dalam kisaran harga yang melebihi nilai intrinsik aset.
Cara kerja gelembung ekonomi
Gelembung ekonomi terjadi setiap kali harga barang naik jauh di atas nilai riil barang tersebut, biasanya dikaitkan dengan perubahan perilaku investor.
Akan tetapi, penyebab perubahan perilaku tersebut masih menjadi perdebatan hingga saat ini.
Gelembung di pasar ekuitas dan ekonomi menyebabkan sumber daya ditransfer ke area dengan pertumbuhan cepat.
Di akhir fenomena ini, sumber daya akan dipindahkan lagi, sehingga menyebabkan harga turun.
Lebih lanjut, fenomena bubble burst yang disebut-sebut tengah melanda perusahaan startup di Indonesia memiliki sejumlah pola, yakni:
Baca Juga: Heboh Perusahaan Startup PHK Karyawan, Ini 6 Cara Cepat Dapat Pekerjaan Baru
1. Pemindahan
Tahap ini terjadi ketika investor mulai melihat paradigma baru, seperti produk atau teknologi baru, atau bahkan suku bunga rendah.
Pada dasarnya, pemindahan ini bisa berupa apa saja yang menarik perhatian para investor.
2. Ledakan
Di sini, harga mulai naik, kemudian perusahaan mendapatkan lebih banyak momentum karena lebih banyak investor yang memasuki pasar.
3. Euforia
Ketika euforia melanda dan harga aset meroket, dapat dikatakan bahwa pihak investor mulai kurang berhati-hati.
4. Profit-taking
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Pivot, Strategi yang Bisa Menyelematkan Startup
Mengetahui kapan gelembung tersebut akan pecah tentu tidak akan mudah.
Namun, mereka yang bisa mengidentifikasi tanda-tanda bubble burst akan menghasilkan uang dengan menjual posisinya.
5. Kepanikan
Di tahap ini, harga aset akan berubah arah dan menurun drastis. Investor kemudian mulai melikuidasi aset mereka dengan harga berapa pun.
Turunnya harga aset ini disebabkan karena jumlah penawaran yang lebih tinggi daripada permintaan.
Itulah sedikit penjelasan mengenai fenomena bubble burst. Walaupun demikian, belum dapat dipastikan apakah fenomena ini yang tengah dialami perusahaan startup di Tanah Air. (*)