Parapuan.co - Kawan Puan, perempuan pun bisa mendapatkan pendidikan tinggi dan memiliki berbagai prestasi di bidangnya masing-masing
Hal ini dialami oleh Fanda Soesilo, Chief Executive Officer (CEO) perempuan dari industri SUN Group, industri pengembang energi surya yang merupakan salah satu jenis perusahaan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia.
Dengan kemampuannya, Fanda berhasil menjadi pimpinan perempuan pertama di Indonesia yang berada di perusahaan sektor EBT.
Namun, terdapat berbagai hal yang harus dilaluinya, mulai dari perjuangannya sekolah tinggi, izin merantau yang sempat tak dikantonginya, hingga bertahan hidup di negeri orang. Yuk, kita simak kisahnya. Kawan Puan!
Berjuang untuk Beasiswa
Kepada PARAPUAN, perempuan yang sempat bersekolah di SMAK Petra Surabaya ini mengaku bahwa ia bukan datang dari keluarga yang mampu.
Namun, keinginan Fanda untuk menuntut ilmu selalu hadir dalam dirinya, Kawan Puan.
Agar tetap dapat terus bersekolah, Fanda berusaha untuk mendapatkan beasiswa.
"Saya selalu berharap bisa sekolah tinggi karena saya ingin mengubah nasib menjadi lebih baik. Jadi jika dari SD, saya dapat beasiswa untuk SMP, lalu SMP untuk SMA, dan seterusnya," ujar Fanda saat ditemui PARAPUAN di kawasan Senayan pada Kamis (12/6/2022) lalu.
Baca Juga: Peran Perempuan dalam Pembauran Energi Terbarukan Menurut Fanda Soesilo
Untuk kuliah, Fanda pun sempat mengikuti program beasiswa dari BJ Habibie pada saat itu.
Dari program itu, Fanda mendapatkan kesempatan untuk mendaftar di Australia. Namun, akhirnya ia memilih untuk berkuliah di Amerika, tepatnya di University of California, Berkeley, Amerika Serikat.
Kemudian Fanda mengambil studi double major, yakni Teknik Mesin dan Ilmu Material.
Sempat Tak Diizinkan Berangkat
Saat mendapat kesempatan itu, Fanda tak langsung begitu saja berangkat, Kawan Puan.
Sebelumnya, kedua orang tua Fanda bahkan sempat mengizinkan sekolah di salah satu universitas terbaik dunia itu.
Kala itu, tak ada anggota keluarga perempuan Fanda yang sekolah tinggi.
"Sebenarnya kalo dari keluarga besar itu masih konservatif banget. Soalnya nggak boleh sekolah setelah SMA. 'Udahlah kursus-kursus aja'," ujar Fanda yang menirukan kutipan salah satu keluarganya.
Alih-alih menurutinya, Fanda justru ingin mendobrak tradisi tersebut dan bersikukuh untuk sekolah
Baca Juga: Tips Bekerja di Industri Energi Baru Terbarukan Menurut Fanda Soesilo
Hal itu pun membuat perdebatan antara dirinya dan keluarga pada saat itu. Terlebih lagi, keluarganya saat itu masih memiliki berbagai stigma tentang perempuan.
"Kakek nenek bilang 'jangan nanti takut hilang', atau 'nanti menikah masuk di dapur'. Stigma-stigma itu, masih kolot," ceritanya.
Ia pun mengingat sempat menangis 3 hari di kamar karena tak boleh berangkat. Hingga akhirnya, sang ayah mengajaknya berbicara mengenai keinginannya.
Di saat yang sama, sang ayah pun memberinya nasihat."'Yaudah terserah. Nggak boleh macam-macam, nggak boleh narkoba, dan sesuatu yang kita hindari," cerita Fanda kala mengingat kutipan sang ayah.
Mendukung sang putri untuk menggapai mimpi, ayah Fanda kala itu juga berpesan agar anak perempuannya melakukan sesuatu dengan totalitas.
"Dia juga pesan untuk do your best. Maksudnya kalau kita melakukan sesuatu dengan benar pasti kan ada hasil," ungkap Fanda.
Bertahan Hidup di Negeri Paman Sam
Sejak mengantongi restu untuk setelah di UC Berkeley, Fanda mengaku tak pernah pulang.
Fanda berusaha untuk menghidupi dirinya sendiri dengan memiliki pekerjaan sampingan.
Baca Juga: Sosok Fanda Soesilo, Pemimpin Perempuan Pertama di Industri EBT
"Orang tua saya juga tidak seperti biaya edukasi, tetapi untuk biaya sehari-hari saya harus kerja," cerita Fanda sambil mengenang masa-masanya terdahulu.
Jika mahasiswi lain bisa jalan-jalan, lain halnya dengan Fanda yang saat itu harus memenuhi kebutuhan hidupnya saat berada di bangku kuliah.
Tak sampai di situ, berbagai urusan untuk mengurus kebutuhannya di luar negeri pun mengadakan sendiri. Dari proses memilih sekolah dan wisata sendiri.
Kedua orang tuanya pun tak tahu di mana Fanda bersekolah. "Karena mereka bukan orang yang dididik. Bahkan ibuku sepertinya tidak lulus SMA," ceritanya.
Mengenyam bangku kuliah di negeri orang, Fanda kala itu bersyukur dan menggunakan kesempatan yang ada sebaik mungkin.
Setelah 5 tahun, Fanda pun akhirnya menyelesaikan double major yang diambilnya.
Tak lama setelah lulus, Fanda bekerja di industri semi konduktor hingga tahun 2005. Ia bekerja di industri yang berlokasi di Sillicon Valley, Fremount, California.
Di tahun yang sama, Fanda kembali ke Indonesia dan memulai lagi kariernya. Setelah memimpin beberapa perusahaan, pada 2021 Fanda bergabung dengan SUNterra.
Wah, semoga kisah Fanda bisa menjadi inspirasi untuk mengejar mimpi ya, Kawan Puan! (*)
Baca Juga: Siti Fadia Silva Ramadhanti, Pasangan Apriyani Rahayu di Cabor Bulu Tangkis SEA Games 2021