Parapuan.co - Kawan Puan, pernahkah kamu merasa bersalah setelah melakukan kesenangan? Jika iya, penting untuk tahu apa itu guilty pleasure.
Lantas apa itu Guilty pleasure? Yakni aktivitas jangka pendek yang menciptakan kesenangan bagi seseorang, tetapi disertai rasa bersalah dalam jangka panjang.
Apa itu guilty pleasure atau Kesenangan bersalah dari setiap orang berbeda, mulai dari makanan hingga melakukan kegiatan tak berguna.
Sebagai contoh, melansir Psychology Iresearchnet, kamu mengonsumsi makanan cepat saji yang enak tetapi tidak sehat untuk tubuhmu.
Selain itu, kamu menonton film sepanjang hari padahal ada tugas menumpuk yang harus dikumpulkan esok hari.
Akibatnya, kamu merasa bersalah melakukan kesenangan tersebut, tetapi secara bersamaan kamu juga menikmatinya.
Lantas, kenapa merasa bersalah pada sesuatu yang dinikmati?
Ada dilema dalam mengendalikan diri yang digambarkan dalam manfaat dan dampak langsung maupun tidak langsung dari guilty pleasure.
Kamu tahu guilty pleasure cenderung ke arah negatif, tetapi kamu melakukannya karena sangat menyenangkan bagimu.
Baca Juga: 7 Tanda Stres yang Tidak Disadari, Salah Satunya Alis Berkerut
Artinya, kamu dihadapkan dilema dengan aktivitas kesenangan bersalah tersebut, misalnya rasa bersalah dan menyesal.
Terkait dengan dampak, kamu sebenarnya ragu karena dampak tidak secara langsung pada masa kini, tetapi mungkin terjadi di masa depan.
Meski ada rasa menyesal, kamu menjalankan aktivitas menyenangkan dengan mengesampingkan dampak buruk di masa depan.
Intinya, guilty pleasure terletak pada kontrol diri, apakah kamu melakukannya demi kesenangan sesaat atau tidak melakukannya demi manfaat positif di masa depan.
Kategori guilty pleasure
Mengutip Fast Company, Susan Kresnica dan timnya yang juga merupakan antropolog budaya mengungkapkan fakta tentang guilty pleasure yang selama ini dipelajarinya.
Guilty pleasure terbagi menjadi dua kategori yaitu hal-hal yang dimasukkan ke dalam tubuh (terutama makanan dan minuman) dan hal-hal yang dimasukkan ke dalam pikiran (terutama hiburan dan media sosial).
Menurutnya, sebagian rasa bersalah muncul dari persepsi penilaian, baik dialami diri sendiri secara langsung atau orang lain.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Susan beserta timnya, sebanyak 74 persen responden mengaku 'merasa dihakimi' karena terlibat dalam guilty pleasure.
Baca Juga: Ketahui 7 Tipe Overthinking, Pemikiran yang Tak Terkendali secara Berlebihan
Para responden surveinya menggambarkan seakan-akan ada perasaan malas, lemah, dan egois ketika suatu keinginan diikuti.
Lalu, bolehkah melakukan guilty pleasure?
Setiap orang memiliki batasan dan prinsip masing-masing, sehingga kamu dapat membedakan mana yang terbaik untukmu atau tidak.
Jika kamu terus-menerus berfokus pada rasa bersalah, maka kamu akan sering menyesal melakukan suatu kesenangan.
Namun, ketika kamu menemukan kegembiraan pada aktivitas yang kamu jalani, cobalah melihat keuntungan tersebut.
Misalnya, kamu menonton film sepanjang hari tanpa melakukan aktivitas lain, tetapi aktivitas tersebut membuatmu senang.
Ketika kamu senang, suasana hatimu meningkat dan merasa lebih baik karena beristirahat sejenak dari aktivitas lain yang menjenuhkan.
Jadi, ada kalanya guilty pleasure bisa bermanfaat untuk meredakan stres dan meningkatkan kesejahteraan mentalmu ya, Kawan Puan.
Baca Juga: Berpengaruh bagi Kesehatan Mental, Ini Dampak Buruk dari Overthinking
(*)