Sehingga, sebelum ia merancang bisnisnya tersebut orang tua khususnya ibu telah mengerti.
Berbeda dengan sang ibu, ayah Ida justru tidak mempermasalahkan produk yang dijualnya, melainkan yang menjadi perhatian sang ayah adalah terkait bisnisnya.
Hal lain yang menjadi pertimbangan kedua orang tuanya adalah saat Ida harus menjadi muse dari produk yang ia jualkan.
Sementara, Ida merasa harus menjadi muse Nipplets agar bisa mengajak lebih banyak perempuan bergabung.
Setelah kurang lebih 2-3 tahun, orang tuanya pun akhirnya bisa menerima dan mempercayai usaha Nipplets yang dijalaninya.
Mendapatkan Beragam Kritik
Perjalanan Ida dalam menjalani bisnis lingerie ini pun tak mudah, ia mendapatkan beragam kritik termasuk dari keluarga, teman, orang terdekatnya, bahkan pihak luar.
"Banyak banget omongannya, dibilang 'Ida enggak bener' 'Ida bandel banget sih' dan lain-lan, banyak bangetlah," ceritanya.
Kembali lagi, kritikan tersebut diberikan karena Ida menjual produk yang saat itu belum lumrah atau masih tabu di sejumlah kalangan.
Tak bisa dipungkiri, banyaknya tanggapan negatif atas produk yang ia jual sempat membuat dirinya merasa insecure.
"Sempat jadi insecurities aku juga, kok jadinya dianggap sama banyakan orang tuh enggak baik ya, padahal intention aku tidak seperti itu,"
Akan tetapi pada akhirnya, Ida mengembalikan pada kebahagiaan yang ia rasakan saat menjalani bisnis tersebut.
Hingga kini, Nipplets yang Ida miliki pun bukan hanya sekadar bisnis lingerie, melainkan Nipplets juga menjadi wadah menyuarakan tentang body positivity dan kepercayaan diri.
Bahkan, Nipplets juga tumbuh menjadi sebuah tempat aman bagi perempuan untuk bercerita.
Baca Juga: Sempat Dilarang, Ini Perjuangan Voice of Baceprot Wujudkan Mimpi Jadi Band Metal Internasional