Parapuan.co - Lingerie menjadi fashion item yang masih dianggap tabu oleh sebagian orang.
Jenis pakaian dalam yang satu ini kerap dinilai hanya digunakan untuk menarik perhatian pasangan.
Lebih dari itu, Ida Swasti selaku founder dari brand lingerie lokal Nipplets memiliki pandangan yang berbeda akan fashion item tersebut.
Dalam podcast Cerita Parapuan episode 29, perempuan berusia 27 tahun tersebut membagikan ceritanya mengenai perjalanan bisnisnya membangun Nipplets dan melawan stigma yang ada.
Ida sendiri memulai bisnisnya pada tahun 2016 ketika merasakan sendiri sulitnya untuk menemukan lingerie dengan harga terjangkau dan nyaman di Indonesia.
"Jadi aku memulai Nipplets itu karena kesusahan mencari lingerie yang enggak semahal itu," ujar Ida.
Ia mengakui bahwa kebanyakan lingerie yang dijual di pasaran memiliki harga yang cukup fantastis.
Oleh karena itu, ia pun terdorong untuk membuat lingerie dengan harga terjangkau namun kualitasnya tetap bersaing dengan brand luar negeri.
Mengawali Bisnis Bersama Teman
Baca Juga: Podcast Cerita Parapuan, Ida Swasti Ceritakan Nipplets yang Hadirkan Lingerie Affordable
Ida mengakui usaha ini ia mulai bersama dengan 2 orang temannya yang kala itu dimulai hanya sekadar iseng.
"Sebenarnya iseng-iseng aja, dulu tuh aku partneran sama dua orang lainnya dan aku cuma wanna spent time together lebih banyak sama mereka," tutur Ida.
Untuk itu, Ida pun mulai merancang bisnis Nipplet ini bersama temannya.
"Merekanya ya udah boleh deh iseng-iseng, biar kita klo nongkrong-nongkrong itu berbobot," sambungnya.
Setelah itu, proses persiapan hingga peluncuran produk hanya memakan waktu sekitar 2-3 bulan.
Tanggapan Orang Tua
Sebelum memulai bisnisnya tersebut Ida terlebih dahulu berbicara dengan orang tuanya dan ia mengakui bahwa mulanya kedua orang tuanya sempat sedikit ragu dengan usaha yang dijalaninya.
Untuk dari sang ibu, proses itu tak berlangsung lama karena sebelumnya ia juga rutin mengenakan lingerie sebagai layaknya underwear.
"Sebenernya enggak terlalu lama (untuk menerima), karena sebelum punya Nipplets pun aku udah pakai (lingerie) juga ya," tutur Ida.
Baca Juga: Tak Perlu Bingung, Ini 3 Tips Sukses Jalankan Lebih dari Satu Bisnis
Sehingga, sebelum ia merancang bisnisnya tersebut orang tua khususnya ibu telah mengerti.
Berbeda dengan sang ibu, ayah Ida justru tidak mempermasalahkan produk yang dijualnya, melainkan yang menjadi perhatian sang ayah adalah terkait bisnisnya.
Hal lain yang menjadi pertimbangan kedua orang tuanya adalah saat Ida harus menjadi muse dari produk yang ia jualkan.
Sementara, Ida merasa harus menjadi muse Nipplets agar bisa mengajak lebih banyak perempuan bergabung.
Setelah kurang lebih 2-3 tahun, orang tuanya pun akhirnya bisa menerima dan mempercayai usaha Nipplets yang dijalaninya.
Mendapatkan Beragam Kritik
Perjalanan Ida dalam menjalani bisnis lingerie ini pun tak mudah, ia mendapatkan beragam kritik termasuk dari keluarga, teman, orang terdekatnya, bahkan pihak luar.
"Banyak banget omongannya, dibilang 'Ida enggak bener' 'Ida bandel banget sih' dan lain-lan, banyak bangetlah," ceritanya.
Kembali lagi, kritikan tersebut diberikan karena Ida menjual produk yang saat itu belum lumrah atau masih tabu di sejumlah kalangan.
Tak bisa dipungkiri, banyaknya tanggapan negatif atas produk yang ia jual sempat membuat dirinya merasa insecure.
"Sempat jadi insecurities aku juga, kok jadinya dianggap sama banyakan orang tuh enggak baik ya, padahal intention aku tidak seperti itu,"
Akan tetapi pada akhirnya, Ida mengembalikan pada kebahagiaan yang ia rasakan saat menjalani bisnis tersebut.
Hingga kini, Nipplets yang Ida miliki pun bukan hanya sekadar bisnis lingerie, melainkan Nipplets juga menjadi wadah menyuarakan tentang body positivity dan kepercayaan diri.
Bahkan, Nipplets juga tumbuh menjadi sebuah tempat aman bagi perempuan untuk bercerita.
Baca Juga: Sempat Dilarang, Ini Perjuangan Voice of Baceprot Wujudkan Mimpi Jadi Band Metal Internasional