Setelah membangun inisiatif gerakan ini, mereka kemudian menabung dan merangkul komunitas masyarakat lokal untuk memproduksi sebuah produk.
Mereka memulai dengan membuat kaos yang berbahan dasar bambu berkualitas baik.
Keuntungan penjualan yang mereka dapatkan dibuat untuk membangun 10 sanggar belajar komunitas Gerakan Kepedulian Indonesia.
Sangar belajar yang dibangun oleh Gekko Indonesia ini, memberikan fasilitas kepada anak-anak SD yang tidak memiliki akses belajar seperti wifi, laptop, dan AC.
"Di sanggar belajar, anak-anak yang tidak memiliki akses internet, bisa belajar dengan mudah saat pandemi," cerita Anna.
Sejauh ini, Gekko Indonesia berhasil menjual 1.065 kaos dan dua ratus lebih anak-anak yang mengalami kesusahan akses belajar selama pandemi.
Berbicara mengenai penerima manfaat, Gekko Indonesia tidak hanya menyasar anak-anak dengan masalah minim akses pendidikan.
Namun komunitas yang dibangun oleh sekelompok anak remaja berusia antara 14 hingga 16 tahun ini, juga menyasar orang dewasa yang membutuhkan bantuan.
"Kita nggak spesifik menyasar anak-anak saja, kita juga mencoba membantu penerima manfaat orang dewasa yang dibawahi oleh komunitas Gerakan Kepedulian (GK) Indonesia," jelas Darron.
Baca juga: Mengenal No Recruit List, Tempat Pengaduan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja