Parapuan.co - Bekerja di dunia yang didominasi oleh laki-laki menjadi tantangan tersendiri bagi perempuan.
Salah satunya profesi fotografer olahraga yang menangkap momen-momen penting di berbagai kompetisi atau pertandingan.
Ternyata, tak sedikit perempuan yang punya mimpi berkarier di bidang pekerjaan yang lekat dengan stigma maskulinitas tersebut.
Terkait profesi tersebut, PARAPUAN mengundang Suci Rahayu dalam program What Do Sport Photographers Do? Eksklusif Tragedi Kanjuruhan di Instagram @cerita_parapuan pada Kamis (27/10/2022).
Suci Rahayu sendiri adalah seorang fotografer olahraga Kompas.com, kontributor Jawa Timur, yang baru-baru ini menjadi saksi mata tragedi Kanjuruhan.
Pada kesempatan tersebut, Suci menceritakan tantangan yang ia hadapi selama bekerja sebagai seorang fotografer olahraga.
Kesetaraan Gender di Lapangan
Bekerja di lingkungan yang didominasi oleh laki-laki tentu menjadi kesulitan sendiri bagi perempuan untuk meraih ambisinya.
Bias gender di lingkungan kerja seringkali juga menjadi masalah yang menghambat perjalanan karier perempuan.
Baca Juga: Cerita Fotografer Olahraga Suci Rahayu Memotret Detik-Detik Tragedi Kanjuruhan
Kendati demikian, selama bekerja sebagai fotografer olahraga, Suci mengaku tidak pernah mendapat stigma tertentu karena gendernya.
Namun, Suci mengakui bahwa pasti ada persaingan dengan fotografer lainnya dengan latar belakang gender yang berbeda.
"Tantangannya, harus bersaing sama banyak orang," cerita Suci Rahayu.
Berdasarkan pengalaman Suci, saat berada di lapangan, ia merasa setara dengan para rekan fotografer laki-laki.
Tapi, ia tetap menyadari ada keterbatasan tertentu yang dirasakan seorang fotografer perempuan.
"Kalau di lapangan, cewek dan cowok itu sama, kalau cewek memang ada keterbatasannya," ungkap Suci.
Dalam beberapa kesempatan, Suci merasa lebih nyaman jika bersama fotografer perempuan lainnya di lapangan.
Sebagai sesama fotografer perempuan, Suci dan rekan-rekannya bisa saling memahami kebutuhan perempuan saat bekerja.
"Kalau perempuan, pas lagi ada masalah itu masih bisa kompromi, ada temannya. Kalau sendiri harus hadapi sendiri juga," kata Suci.
Baca Juga: Kata Fotografer Soal Pemotretan Tanpa Makeup Kontestan Miss Universe, Tetap Cantik?
Kemanan dari Hal Tak Terduga
Selain masalah penempatan gender di ruang kerja, tantangan yang Suci alami juga kejadian tak terduga di lapangan.
Suci mengaku melihat kemungkinan adanya kerusuhan dan terjebak di dalamnya sebagai tantangan yang cukup besar.
"Tantangannya lebih ke kerusuhan kalau yang aku rasakan," ungkap Suci.
Seperti saat tragedi Kanjuruhan, Suci harus menyaksikan ratusan penonton gugur secara langsung.
Kejadian tersebut membuat Suci merasakan trauma hingga seminggu setelah meliput di Stadion Kanjuruhan.
"Kalau trauma itu, aku seminggu setelah kejadian enggak berani buka laptop," cerita Suci.
"Tiap buka, edit foto-foto, ingat kejadian itu, rasanya satu sisi aku enggak bantuin apa-apa, masih kebayang gitu," lanjutnya.
Di luar gender dan kejadian tak terduga, Suci mengatakan bahwa tantangan seorang fotografer adalah menangkap momen yang baik.
Gender tidak lagi menjadi masalah ketika seorang fotografer bisa memberikan karya yang bermakna.
"Kalau foto dasarnya sudah bagus, mau cewek atau cowok sama saja, asal bisa menghasilkan karya yang baik," ungkap Suci.
Kawan Puan, itu dia cerita Suci Rahayu soal tantangan-tangangan yang ia hadapi sebagai seorang fotografer olahraga.
Baca Juga: Hindari Melakukan 3 Kesalahan Ini saat Memilih Fotografer Pernikahan
(*)