Parapuan.co – Memegang Presidensi G20, Indonesia memiliki peluang besar dalam mendorong isu-isu untuk menyelesaikan persoalan transnasional. Salah satunya adalah isu kesehatan pasca pandemic Covid-19.
Sebagai informasi, Indonesia diumumkan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi G20 (KTT G20) yang diselenggarakan setiap setahun sekali pada Desember 2021. Konferensi ini akan dihadiri oleh negara-negara anggota Group of Twenty. KTT G20 sendiri akan berlangsung pada November 2022.
Menjelang KTT G20 yang akan diselenggarakan di Bali, sejumlah forum dan pertemuan awalan telah diselenggarakan. Pada pertemuan-pertemuan tersebut, Indonesia telah mendorong tiga hal penting untuk terkait pemulihan dan ketahanan sistem kesehatan global di masa depan.
Mengutip dari pemberitaan Kompas.com, Selasa (26/6/2022), tiga isu tersebut adalah membangun ketahanan sistem kesehatan global, harmonisasi mekanisme verifikasi sertifikat vaksin digital Covid-19, dan strategi pemerataan sarana serta prasarana kesehatan untuk antisipasi pandemi.
Baca Juga: Harian Kompas Gelar Talkshow, Bahas Peran Perusahaan dalam Presidensi G20 Indonesia
Ketiganya telah dibahas dalam pertemuan antara menteri-menteri kesehatan negara anggota G20 di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam pembangunan ketahanan sistem kesehatan global, dana perantara atau Financial Intermediary Fund (FIF) digalang untuk mengatasi risiko pandemi di masa depan. Dana tersebut akan menjadi modal dalam penelitian patogen yang penyebarannya berpotensi berkembang menjadi wabah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam G20 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG), memaparkan bahwa dana FIF telah terkumpul 1,28 miliar dollar AS atau sekitar Rp 19,2 triliun. Indonesia berkontribusi sebesar 50 juta dollar AS atau sekitar Rp 781 miliar dalam penggalangan dana FIF.
Sementara terkait mekanisme verifikasi sertifikat vaksin Covid-19 secara digital, dalam pertemuan Health Working Group (HWG), negara-negara anggota G20 sepakat membuat direktori yang sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Baca Juga: Jadi Tahun Kebangkitan Pariwisata, Ini 5 Pilar Aksi Tourism Working Group G20
Untuk menjamin pemerataan sarana dan prasarana kesehatan, negara anggota G20 berupaya menjamin pemerataan distribusi vaksin hingga alat kesehatan untuk mengantisipasi situasi pandemi di masa depan.
Pembahasan “exit plan” untuk menghadapi risiko pandemi di masa depan tersebut penting untuk dilakukan. Khususnya, bagi perempuan dan anak-anak. Pasalnya, pandemi Covid-19 memberi dampak kesehatan yang cukup serius bagi perempuan dan anak-anak.
Pada beberapa forum awalan sebelum KTT G20 di Bali, dibahas pula kesenjangan akses perempuan dan anak-anak selama masa pandemi Covid-19. Salah satunya disinggung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pada Desember 2021.
Seperti diketahui, pandemi Covid-19 membuat perempuan memiliki beban ganda, yakni harus meninggalkan pekerjaan, mengurus rumah tangga, serta dibebani dengan tanggung jawab pengasuhan tambahan.
Tak hanya itu, kesenjangan akses untuk memperoleh layanan kesehatan juga ikut dirasakan perempuan. Menteri PPPA Bintang Puspayoga menyebut, perempuan juga seringkali tidak memiliki akses maupun kontrol atas makanan bergizi juga air bersih.
“Saat sakit, perempuan seringkali harus mendapatkan izin suami untuk mengakses layanan kesehatan,” tutur Bintang seperti dikutip dari situs Kemen PPPA, Jumat (10/12/2021).
Baca Juga: 5 Rekomendasi Film Indonesia di Netflix untuk Rayakan Hari Sumpah Pemuda
Laman resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga mencatat bahwa jumlah kematian ibu dan bayi meningkat selama pandemi Covid-19. Berdasarkan data Direktorat Kesehatan Keluarga per 14 September 2021, tercatat sebanyak 1086 ibu meninggal dengan hasil pemeriksaan swab PCR/antigen positif.
Sementara dari data Pusat Data dan Informasi (Pusdatin), jumlah bayi meninggal yang dengan hasil swab/PCR positif tercatat sebanyak 302 orang. Di sisi lain, Ketua Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) Giwo Rubianto Wiyaga menyebut, pandemi Covid-19 membuat vaksinasi anak tertunda dan penyuluhan kecukupan gizi menurun.
Berdasarkan data Kemenkes, cakupan imunisasi dasar lengkap menurun signifikan sejak awal pandemi COVID-19, yakni dari persentase 84,2 persen pada 2020 menjadi 79,6 persen di awal 2021.
“Tentunya fokus kita sudah bukan hanya untuk menangani Covid-19 agar tidak terjadi kenaikan infeksi, tetapi juga turut meningkatkan layanan kesehatan bagi seluruh ibu dan anak di mana pun mereka berada,” jelas Giwo.
Baca Juga: Misi Kemenkeu Wujudkan Keuangan Berkelanjutan dalam Agenda G20
Berkaca dari fenomena yang ada, Bintang menyebut, diperlukan kebijakan yang berfokus untuk mengangkat hak-hak perempuan, yang juga merupakan hak asasi manusia. Adapun langkah ini dirumuskan Kemen PPPA melalui kerja sama dengan aliansi dan kelompok keterlibatan G20 dan mitra sosial, termasuk G20 Empower dan Women20 (W20).
“Kami percaya, hanya melalui kerja sama global dan komitmen yang kuat, kami dapat mengatasi tantangan yang dihadapi perempuan, khususnya di masa pemulihan Covid-19 dengan terus mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di semua sektor pembangunan,” ujar Bintang, seperti dikutip dari laman Indonesia.go.id, Selasa (23/8/2022).
Dari sejumlah pertemuan Presidensi G20 Indonesia 2022, terdapat beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan. Dalam hal kesehatan, diperlukan peningkatan akses untuk perempuan dan anak-anak.
Untuk mendorong kesejahteraan perempuan, pemimpin G20 juga harus memerhatikan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan di pedesaan, yang memainkan peran penting di bidang pertanian, ketahanan pangan dan gizi, pengelolaan lahan dan sumber daya alam, serta usaha pedesaan.
Baca Juga: Perkuat Kesehatan Global untuk Hadapi Masa Depan, Ini Langkah yang Dibahas Forum G20
Selanjutnya, diperlukan peningkatan infrastruktur dan akses digital di teknologi. Hal ini berguna agar perempuan dapat memiliki akses dan wawasan yang lebih luas terhadap kesehatan diri sendiri, maupun keluarga.
Sementara dari sudut pihak Kemen PPPA, Bintang mengatakan bahwa pihaknya akan terus berkontribusi dalam upaya peningkatan peran perempuan untuk mendapatkan akses kesehatan. "Khususnya dalam menangani isu kesehatan reproduktif ibu dan anak perempuan," kata dia.
Bintang juga meminta agar upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi dilakukan melalui intervensi peraturan perundang-undangan. Selain itu, pihaknya juga melibatkan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, infrastruktur, perlengkapan kesehatan dan kebutuhan lain termasuk penguatan sistem rujukan.