Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Bahasa Melayu yang Membahasakan Isu-Isu Perempuan
Ada yang menarik pada penyelenggaraan Kongres Perempuan yang dihelat tak lama setelah pendeklarasian Sumpah Pemuda.
Salah satu poin yang menjadi sumpah adalah tentang penggunaan Bahasa Indonesia (dari bahasa Melayu) sebagai bahasa pemersatu.
Menurut sejarawan Galuh Ambar Sasi dari Universitas Kristen Satya Wacana, para perempuan yang ikut serta dalam Kongres Perempuan berasal dari beragam daerah dan organisasi yang masih sangat kental dengan bahasa lokalnya.
Salah satu penggagas Kongres Perempuan, Johanna Masdani Tumbuan, mengajak para perempuan untuk belajar dan bicara bahasa Melayu dengan menyewa guru yang dapat mengajarkan bahasa tersebut.
Penggunaan bahasa Melayu bukan hanya sebagai bentuk pelaksanaan Sumpah Pemuda yang menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan
Tapi, bahasa Melayu juga sebagai bahasa utama yang memudahkan para perempuan Indonesia dari berbagai daerah untuk dapat berkomunikasi dan membahas masalah-masalah perempuan.
Akhirnya setelah penyelenggaraan Kongres Perempuan itu pula, para perempuan tersebut menjadi agen penyebaran bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan di seluruh Indonesia, dan kemudian menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa utama dalam kongres perempuan yang diadakan berikutnya.
Baca Juga: Mengenal Sosok dan Peran 3 Tokoh Perempuan Penting di Balik Sumpah Pemuda
Bahasa Melayu menjadi lingua franca yang digunakan para perempuan pada masa itu untuk menyuarakan isu-isu perempuan, baik dalam kongres serta dalam tulisan-tulisan di surat kabar.