Baca Juga: Gaji Kurang atau Pengaturan Keuangan yang Buruk di Usia 20an? Ini Kata Seorang Brand Manager
- Hindari membuat anggaran keuangan yang belum tentu terwujud
Menurut Rista, salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam mengelola uang adalah kebiasaan membuat anggaran keuangan yang belum tentu terwujud. Di sisi lain, gaji yang sudah pasti didapat setiap bulan malah diabaikan dan tidak diatur dengan tepat.
“Contohnya, Desember akan dapat uang bonus dan uang cuti. Mau ini dan itu, banyak sekali. Anggarannya sudah banyak, tetapi enggak concern dengan pendapatan yang setiap bulan rutin didapatkan. Cara mengelola uang seperti ini bisa menjebak kita dalam gaya hidup yang serba merasa kekurangan,” lanjut Rista.
- Pertimbangkan pengelolaan keuangan berbasis syariah
Agar lebih berkah, Rista merekomendasikan untuk melakukan perencanaan keuangan dengan prinsip berbasis syariah. Menurut dia, prinsip keuangan ini tidak hanya memperhatikan tujuan duniawi, tetapi juga kehidupan setelah duniawi agar lebih tentram dan damai.
Menariknya, prinsip keuangan syariah dapat diterapkan sesuai dengan piramida perencanaan keuangan, di mana hal pertama yang dapat dilakukan adalah fokus membangun arus keuangan yang stabil setiap bulan.
Baca Juga: Ingin Mengubah Akun Bank Jago Konvensional ke Syariah? Begini Caranya
“Kita perlu fokus menerapkan skala prioritas agar setiap bulan tidak merasa kurang dan bisa tetap berinvestasi maupun berbagi. Kita juga harus fokus mengurangi utang. Jadikan kas keuangan (bulanan) itu positif, bukan minus,” papar Rista.
Rista juga memberi contoh pos pengeluaran yang didasarkan dengan prinsip syariah agar pengeluaran Kawan Puan lebih bijak dan berkah.
“Jika sudah memenuhi nisab, pos pengeluaran untuk zakat sebaiknya sebesar 2,5 persen dan pos infak, sedekah, dan wakaf (Iswaf) sebesar 7,5 persen dari pendapatan per bulan,” kata Rista.
Sementara itu, untuk pos cicilan utang, sebaiknya tidak melebihi 35 persen dari pendapatan per bulan. Persentase tersebut terdiri dari maksimal 15 persen utang konsumtif dan minimal 20 persen utang produktif.