Menurut Ketua Prodi Kriya Tekstil Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Sebelas Maret Surakarta Theresia Widyastuti, awalnya perempuan di Nusantara hanya menggunakan kain panjang sebagai kemban.
Jika ditelusuri lebih jauh, mereka bahkan hanya menggunakan kain panjang di bagian pinggang ke bawah, sementara bagian dadanya terbuka.
“Sejalan dengan waktu, perempuan khususnya yang merupakan anggota keluarga raja, menutupi bagian atas tubuhnya dengan blus tanpa kancing. Sementara di bagian dalamnya tetap menggunakan kain panjang yang dililitkan dari ketiak hingga mata kaki,” jelas Theresia.
Pengenaan kebaya ini juga dipakai oleh para perempuan bangsawan, sehubungan dengan pengaruh Islam yang muncul di wilayah tersebut.
Bahkan banyak yang memercayai bahwa kebaya berasal dari kata 'qaba', yang dalam bahasa Arab artinya 'jaket panjang longgar'.
Kerajaan Majapahit adalah yang pertama secara resmi mengadopsi kebaya, yang kemudian menjadi pakaian resmi penerusnya di Cirebon (1445–1926), Surakarta (1745–1946) dan Yogyakarta.
Namun demikian, penggunaan kebaya di kalangan perempuan petani di Jawa, baru meluas pada akhir abad ke-18, ketika didorong oleh Belanda, seperti penuturan dalam buku Fashion History: A Global View.
Sementara di bagian daerah yang lain, berdasarkan buku Nyonya Kebaya: A Century of Straits Chinese Costume, kebaya juga mulai dikenal setelah Portugis masuk ke wilayah Malaka (Malaysia) pada abad ke-15.
Baca Juga: Elegan dengan Pakaian Tradisional, Ini Gaya Dian Sastro Pakai Kebaya Warna-Warni