Parapuan.co - Berita tentang empat negara di Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand yang mendaftarkan kebaya ke UNESCO, membuat ramai jagat maya.
Beberapa warganet pun menanggapinya beragam, hingga ada yang merasa bahwa kebaya hanya milik Indonesia.
Padahal sebenarnya, kebaya memang merupakan ikon mode Asia Tenggara.
Di Indonesia kebaya memang dianggap sebagai salah satu pakaian nasional yang dipakai oleh perempuan.
Namun, di negara-negara lain di Asia Tenggara juga mengenakan kebaya sebagai pakaian etnis mereka.
Sehingga tiap negara di Asia Tenggara punya kebaya versinya masing-masing.
Melansir dari Kompas.com, kebaya awalnya muncul bersamaan dengan kerajaan di Nusantara yang fungsinya menjadi pakaian bagi perempuan di kalangan bangsawan.
Diperkirakan kebaya berasal dari abad ke-15 di istana Kerajaan Majapahit, yang berbasis di Jawa Timur.
Baca Juga: 4 Negara Ini Daftarkan Kebaya sebagai Warisan Budaya UNESCO, Bagaimana dengan Indonesia?
Menurut Ketua Prodi Kriya Tekstil Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Sebelas Maret Surakarta Theresia Widyastuti, awalnya perempuan di Nusantara hanya menggunakan kain panjang sebagai kemban.
Jika ditelusuri lebih jauh, mereka bahkan hanya menggunakan kain panjang di bagian pinggang ke bawah, sementara bagian dadanya terbuka.
“Sejalan dengan waktu, perempuan khususnya yang merupakan anggota keluarga raja, menutupi bagian atas tubuhnya dengan blus tanpa kancing. Sementara di bagian dalamnya tetap menggunakan kain panjang yang dililitkan dari ketiak hingga mata kaki,” jelas Theresia.
Pengenaan kebaya ini juga dipakai oleh para perempuan bangsawan, sehubungan dengan pengaruh Islam yang muncul di wilayah tersebut.
Bahkan banyak yang memercayai bahwa kebaya berasal dari kata 'qaba', yang dalam bahasa Arab artinya 'jaket panjang longgar'.
Kerajaan Majapahit adalah yang pertama secara resmi mengadopsi kebaya, yang kemudian menjadi pakaian resmi penerusnya di Cirebon (1445–1926), Surakarta (1745–1946) dan Yogyakarta.
Namun demikian, penggunaan kebaya di kalangan perempuan petani di Jawa, baru meluas pada akhir abad ke-18, ketika didorong oleh Belanda, seperti penuturan dalam buku Fashion History: A Global View.
Sementara di bagian daerah yang lain, berdasarkan buku Nyonya Kebaya: A Century of Straits Chinese Costume, kebaya juga mulai dikenal setelah Portugis masuk ke wilayah Malaka (Malaysia) pada abad ke-15.
Baca Juga: Elegan dengan Pakaian Tradisional, Ini Gaya Dian Sastro Pakai Kebaya Warna-Warni
Para perempuan Melayu di Johor, Malaysia, pun pada akhirnya mengenakan kebaya akibat didorong oleh suami mereka karena dianggap lebih pantas, sehingga akhirnya dikenal dengan kebaya peranakan.
Sedangkan menurut kamus sejarah Hobson-Jobson bertajuk A Glossary of Colloquial Anglo-Indian Words and Phrases, and of Kindred Terms, Etymological, Historical, Geographical and Discursive, kebaya atau yang ditulisnya sebagai 'cabaya' berasal dari Asia.
Cabaya, menurut kamus sejarah tersebut, mengacu pada surcoat atau tunik panjang yang dikenakan oleh masyarakat kelas atas.
Perdagangan dengan Cina, India dan Timur Tengah sejak pertengahan milenium pertama, menjadi salah satu penyebab pengenalan gaya pakaian kebaya kepada daerah-daerah lain di Asia Tenggara.
Sehingga kebaya pun juga banyak dikenakan oleh daerah-daerah lain seperti Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, hingga Thailand.
Bersamaan dengan itu, munculnya kebaya sebagai pakaian tradisional di Asia Tenggara juga berawal dari perpaduan gaya dari para pedagang Dinasti Ming Cina, pedagang Arab, dan pendatang Portugis.
Baca Juga: Kebaya Goes to UNESCO, Ini Jenis-Jenisnya dari Berbagai Daerah di Indonesia
Dengan demikian, ada berbagai gaya kebaya di seluruh Asia Tenggara yang masing-masing dinamai menurut nama pemakainya yang terkenal, tempat asalnya atau modifikasinya.
Sehingga bisa dikatakan bahwa kebaya adalah salah satu ikon mode Asia Tenggara, yang harus dijaga bersama-sama.
(*)