Parapuan.co - Menjaga kesehatan penting untuk dilakukan oleh semua orang.
Sama halnya dengan kesehatan fisik, kesehatan mental seseorang juga perlu diperhatikan.
Ada kalanya mungkin Kawan Puan merasa lelah tak hanya secara fisik namun juga secara batin dan mental.
Tak apa untuk mengakui hal itu dan segera mencari pertolongan jika merasa tidak baik-baik saja.
Sayangnya, kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya aspek kesehatan mental masih minim di tengah tingginya jumlah populasi yang mengalami gangguan kesehatan mental.
Menurut data yang dilansir oleh Kemenkes pada tahun 2021, tercatat 20% dari total penduduk Indonesia mengalami potensi masalah kesehatan mental.
Rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mental mendorong Traveloka turut berkontribusi aktif untuk memberikan solusi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat.
Traveloka, lebih dari sekadar platform perjalanan, aktif berinisiatif untuk bekerja sama dengan organisasi nirlaba untuk mendukung tercapainya kesehatan mental yang lebih baik di kalangan generasi muda.
Traveloka bekerja sama dengan AKAR (Asosiasi Kesehatan Remaja Indonesia), yaitu organisasi yang memiliki fokus perhatian pada kesehatan remaja usia 10-24 tahun.
Baca Juga: Hari AIDS Sedunia, Benarkah HIV Menyebabkan Gangguan Mental?
“Di tengah masyarakat saat ini, ada kesadaran yang meningkat akan pentingnya membantu generasi muda membangun ketahanan mental dan mengatasi tantangan dunia. Diperlukan upaya dari kita sebagai individu sekaligus bagian dari suatu komunitas sosial untuk memperdalam nilai dan komitmen terhadap kesehatan mental.
"Kami yakin, peran kolaboratif Traveloka bersama AKAR akan memperkuat edukasi mengenai pentingnya kesadaran untuk menjaga kesehatan mental, serta memberikan dukungan berbasis komunitas melalui jaringan layanan dan teknologi yang dapat diakses, terjangkau, dan berkualitas,” ungkap Shirley Lesmana, Chief Marketing Officer Traveloka, seperti dikutip dari rilis yang diterima PARAPUAN.
Mempromosikan dan menjaga kesehatan mental remaja dan dewasa muda membawa manfaat tidak hanya untuk kesehatan mereka, namun juga untuk ekonomi dan masyarakat.
Shirley lebih lanjut mengatakan keberadaan dewasa muda yang sehat akan membawa kontribusi yang besar terhadap kualitas tenaga kerja Indonesia, keluarga, komunitas dan masyarakat secara umum.
Menurut WHO, separuh dari gangguan mental bermula pada umur 14, namun banyak kasus yang terjadi tidak terdeteksi dan tanpa tindakan.
Berbagai faktor ditengarai sebagai pemicu masalah keseimbangan kesehatan mental ini; di antaranya tekanan dalam pekerjaan, masalah keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial.
Organisasi Kesehatan Dunia WHO mencatat pada 2019 sebanyak hampir satu miliar penduduk dunia mengalami gangguan kesehatan mental. Angka ini meningkat secara signifikan pada masa pandemi Covid-19.
Di Indonesia, hasil penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia pada tahun 2021 menemukan bahwa mayoritas remaja dan dewasa muda berusia 16 -24 tahun memasuki periode kritis kesehatan mental.
Baca Juga: 5 Tanda Kamu Melakukan Trauma Dumping, Tak Peduli Waktu Curhat
Lebih lanjut penelitian tersebut menemukan bahwa hampir 96% remaja dan dewasa muda mengalami gejala kecemasan (anxiety) dan 88% di antaranya mengalami gejala depresi.
Ketua dan Founder AKAR, dr. Fransisca Handy, ikut menjelaskan ketika seseorang merasakan emosi yang sangat kuat dapat diikuti dengan keluhan fisik.
Kesehatan jiwa dipengaruhi faktor-faktor seperti tingginya tingkat stres di pekerjaan atau perkuliahan, masalah percintaan atau hubungan dengan keluarga dan teman, persaingan lewat sosial media, dan sebagainya serta kemampuan untuk mengelola situasi dan emosi yang dirasakan.
Informasi terkait regulasi emosi dan cara pengelolaan stres yang sehat belum banyak diketahui masyarakat, khususnya anak muda.
Banyak anak muda berkeluh kesah di sosial media atau bercerita pada orang yang salah atau melakukan hal-hal yang terkesan membantu sesaat seperti merokok dan perilaku adiktif lainnya sebagai cara mengelola stres.
Salah satu kekhawatiran yang disampaikan dr. Fransisca adalah jika hal ini dibiarkan berlarut-larut akan memengaruhi kualitas hidup mereka ke depannya.
“Di sinilah kami aktif mengkampanyekan pentingnya menjaga memiliki kemampuan regulasi emosi yang sehat, mengelola stress, mengenal dan menghargai diri sendiri sebagai upaya untuk menjaga kesehatan jiwa anak muda dan kepada masyarakat pada umum.
"Kita semua bertanggung jawab untuk membentuk ekosistem yang kondusif bagi kesejahteraan anak muda. Kami bersemangat menyambut kolaborasi dengan Traveloka untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan jiwa khususnya dikalangan Gen-Z dan Millenials, ” tambah dr. Fransisca.
Shirley menambahkan, bersamaan dengan kolaborasi bersama AKAR dan diiringi dengan semangat merayakan hidup ‘Life, Your Way’, Traveloka mengajak masyarakat, terutama generasi milenial dan generasi Z, untuk tidak lupa menyempatkan diri berhenti sejenak dan beristirahat di tengah-tengah padatnya aktivitas hidup mereka.
Baca Juga: Mengenal Mata Juling, Ganggu Penglihatan Strabismus dan Risiko Gangguan Mental
"Tekanan dalam pekerjaan serta tuntutan untuk selalu menunjukkan performa terbaik pada akhirnya menimbulkan burn out atau kondisi di mana seseorang merasa lelah secara fisik, mental, dan emosional," lanjutnya.
Traveloka akan berkolaborasi dengan AKAR Indonesia dalam bentuk donasi untuk mendukung terlaksananya kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan empowerment kepada remaja Indonesia melalui program Youth Akar Indonesia.
dr. Fransisca lebih lanjut mengatakan, masalah kesehatan jiwa merupakan masalah yang sangat kompleks dan dilematis dikarenakan stigma yang terlanjur melekat akibat kurangnya pemahaman akan isu ini.
Oleh karena itu, pentingnya berhenti sejenak memberikan waktu bagi diri untuk mengenal dan mencintai diri sendiri sangat penting dilakukan.
Kegiatan-kegiatan seperti mencari pengalaman baru melalui traveling maupun eksplorasi hal-hal baru melalui aktivitas liburan dan berwisata dapat menjadi salah satu upaya mengenal dan mencintai diri yang baik.
Data hasil penelitian di tahun 2020 yang telah diterbitkan di jurnal Nature, disimpulkan bahwa orang-orang yang melihat pemandangan yang berubah-ubah setiap hari, cenderung lebih bahagia.
"Oleh karena itu, apa yang dikerjakan Traveloka dengan Akar menjadi sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya memberi ruang pada diri untuk rehat sejenak.
"Kolaborasi antara Traveloka dengan AKAR dalam menyikapi masalah kesehatan mental merupakan salah satu contoh kepedulian sektor swasta terhadap isu-isu sosial di masyarakat," jelas dr. Fransisca.
Sebagai brand terdepan di Asia Tenggara dalam kategori perjalanan, Traveloka bekerja sama dengan jutaan mitra guna memperbanyak pilihan yang dapat ditawarkan kepada para penggunanya.
Tidak hanya beragam pilihan destinasi, akomodasi, serta moda transportasi, Traveloka juga memberikan kemudahan bagi mereka yang mencari alternatif liburan dengan tujuan mengembalikan kebugaran jiwa dan raga melalui perawatan di spa atau wellness center, kegiatan outdoors seperti hiking santai, wisata air panas, dan sebagainya.
Solusi kebutuhan gaya hidup ini disajikan secara menyeluruh dalam satu aplikasi sehingga memudahkan para pengguna setia Traveloka untuk dapat mengatur sendiri kebutuhan perjalanan mereka.
“Berawal dari rasa empati, Traveloka mengambil langkah untuk berperan aktif dalam mengupayakan tercapainya generasi yang tumbuh sehat dengan kesehatan mental yang baik.
"Prinsip kami, gaya hidup yang paling baik adalah yang seimbang, yang tak hanya baik untuk raga namun juga jiwa. Berpedoman pada prinsip ‘Life, Your Way’, kami mengajak para pengguna setia Traveloka untuk dapat terus menikmati hidup sesuai dengan pilihan mereka dan di saat yang sama mencapai keseimbangan kesehatan mental,” tutup Shirley.
Baca Juga: Mengenal Zentangle, Perpaduan Seni Gambar dan Meditasi untuk Kesehatan Mental
(*)