Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Berbagai perda diskriminatif tersebut hadir lewat aturan yang mengintervensi ruang paling privat perempuan seperti kewajiban menggunakan jilbab, aturan kelulusan sekolah yang mengharuskan siswa perempuan bisa memasak.
Jangan lupa juga soal tes keperawanan, dan pemberlakuan jam malam yang diasosiasikan dengan praktik prostitusi.
Pasal-pasal KUHP tentang pemberlakuan hukum adat akan semakin menguatkan bias gender yang berpotensi memunculkan kekerasan terhadap perempuan.
Semisalnya pemberlakuan kewajiban memakai jilbab di beberapa daerah tertentu, yang menerapkan tradisi Syariah, bisa jadi menyulut konflik kekerasan antara perempuan dan aparat, seperti yang saat ini tengah terjadi di negara Iran.
- Pasal 412, 413, dan 414 yang secara umum membahas tentang display atau mempertunjukkan alat kontrasepsi/pencegah kehamilan.
Ketentuan dalam pasal-pasal ini membatasi bahwa mempertunjukkan alat kontrasepsi hanya boleh dilakukan oleh petugas berwenang (yang bahkan tidak dijelaskan secara detail institusi/profesinya apa).
Dengan demikian, seorang ibu yang memberikan edukasi kepada anak-anaknya tentang alat kontrasepsi dan kesehatan reproduksi berpotensi dihukum pidana.
Pusat-pusat perbelanjaan dan apotek yang mempertunjukkan display kondom pun kemungkinan bisa dijerat pidana oleh pasal ini.
Tentunya yang paling dirugikan dalam hal ini adalah perempuan, sebab pengetahuan mengenai sistem reproduksi dan kesehatan seksual mereka sangat dibatasi.
Lebih lanjut, akses terhadap alat pencegahan kehamilan dan pencegahan penyakit menular seksual juga tidak ada, karena tidak lagi didapat secara bebas.
Baca Juga: Komnas Perempuan Sebut RKUHP Masih Berpotensi Langgengkan Kekerasan Terhadap Perempuan