Parapuan.co - Stunting menjadi suatu kondisi kekurangan gizi yang dialami oleh banyak anak di Indonesia.
Berdasarkan siaran pers dari Royco (10/01/2022), studi Kasus Gizi Indonesia menemukan 24,4 persen balita di Indonesia mengalami kekurangan gizi atau stunting pada tahun 2021.
Dokter spesialis gizi klinik, dr. Diana Felicia Suganda, M.Kes, Sp.GK mengungkap stunting merupakan salah satu permasalahan terbesar bagi perkembangan generasi muda Indonesia.
"Orang tua, khususnya ibu memiliki peran besar karena dapat menentukan keseimbangan gizi dan kesehatan anak dan diri sendiri sedari remaja," papar dr. Diana.
Supaya terbebas dari siklus rantai stunting, maka penting bagi masyarakat Indonesia, khususnya anak dan ibu untuk memiliki gaya hidup dan pola makan yang seimbang.
Dalam rangka menyambut Hari Gizi Nasional pada 25 Januari, dr. Diana membagikan lima kiat memutuskan rantai stunting di Indonesia, yakni:
1. Pola Makan Ibu adalah Pola Makan Anak
Walaupun stunting bukan permasalahan genetik, namun seluruh perempuan di Indonesia hendaknya memperhatikan pola makan sehat, untuk menjaga kesehatan diri.
Pola makan sehat harus dimulai dari remaja dan sebelum menikah.
Baca Juga: 3 dari 10 Anak Mengalami Stunting, Dokter Ungkap Cara Pencegahannya
Berdasarkan penelitian Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, 16,8 persen remaja, termasuk remaja perempuan berusia 13-18 tahun, memiliki tubuh kurus dan sangat kurus karena kurang makan dan asupan gizi.
Melalui kebiasaan pola makan sehat, bergizi, dan seimbang, perempuan di Indonesia dapat mengurangi risiko punya anak kurang gizi mulai dari masa remaja. Caranya, mulai dengan mengonsumsi makanan berserat, seperti sayur dan buat, termasuk minum air putih.
2. Menerapkan Pola Makan Gizi Seimbang
Harus diketahui bahwa asupan gizi tidak seimbang dapat memengaruhi kesehatan ibu hamil.
Ada berbagai kondisi penyakit yang berpotensi dialami jika pola makan tanpa gizi seimbang, mulai anemia, sembelit, hipertensi, diabetes gestational, dan hiperemesis gravidarum atau mual dan muntah berlebih.
Perlu dipahami pula bahwa perempuan yang stunting juga berisiko melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Bahkan, bayi yang dilahirkan tersebut pun akan memiliki risiko tinggi kondisi stunting.
Supaya terhindar dari kondisi tersebut, penting bagi ibu hamil untuk menerapkan prinsip gizi seimbang dengan mengonsumsi protein, asam lemak, asam folat, serat, zat besi, serta vitamin dan mineral.
Baca Juga: Bayi Prematur dan Berat Lahir Rendah Tingkatkan Risiko Stunting
3. Jaga Asupan Gizi pada Anak
Seribu hari pertama kehidupan (HPK) itu sangat penting, kurun waktu tersebut merupakan masa kritis perkembangan anak.
Mulai dari 270 hari masa kehamilan sampai dengan anak berusia 2 tahun atau 730 hari, orang tua harus menjaga asupan gizi yang seimbang bagi anak dengan menerapkan Isi Piringku.
Isi Piringku yakni dalam satu piring terdapat 50 persen buah dan sayur, serta 50 persen karbohidrat serta protein.
4. Konsultasi ke Dokter Gizi
Penting bagi para orang tua untuk berkonsultasi ke dokter gizi, tujuannya memantau kebutuhan gizi pada anak dan mencegah stunting.
Pada masa kritis 1000 HPK, anak yang mengalami stunting lebih awal (sebelum usia enam bulan) akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun.
Apabila tidak ditangani, maka kondisi stunting di anak usia lima tahun akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan usia dini dan bisa berlanjut pada masa remaja.
Kondisi ini pada akhirnya memengaruhi potensi kesuksesan di masa mendatang.
Baca Juga: 5 Tips Mencegah Stunting pada Anak, Bisa Dimulai Sejak dalam Kandungan
5. Terapkan Isi Piringku di Rumah
Orang tua harus berfokus pada gizi anak, tentunya dengan menerapkan Isi Piringku di rumah.
Selain dari pola makan, orang tua juga hendaknya mengambil peran aktif untuk menjaga gaya hidup sehat bagi anak dan keluarga dengan minum cukup air putih dan berolahraga.
Pastikan kamu melaksanakan lima kiat di atas agar rantai stunting terputus sehingga generasi mendatang jadi lebih sukses.
(*)