Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Parapuan.co - Ribut-ribut perdebatan tentang penerapan sistem proporsional terbuka atau tertutup pada Pemilu Legislatif 2024 mendatang hanya condong pada satu hal, dan hal itu saja: usaha partai politik untuk mendulang suara dan menjadi partai pemenang yang menguasai pemerintahan.
Selebihnya, partai terlihat tak mau repot-repot membenahi persoalan internal yang justru lebih krusial yang merupakan fungsi utamanya, yakni sebagai medium untuk perekrutan dan kaderisasi serta sebagai corong pendidikan dan sosialisasi politik kepada masyarakat (Miriam Budiardjo, 2008).
Padahal jika partai politik berhasil menjalankan kewajiban terpentingnya, tak peduli sistem proporsional apapun yang diterapkan pada saat pemilu nanti, partai berpotensi tetap mendapatkan suara dan simpati dari para pemilih saat pelaksanaan pemilu.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Sistem Proporsional Tertutup yang Disebut Bakal Dipakai dalam Pemilu 2024
Suara untuk Partai Tidak Datang dari Popularitas
Yang lupa disadari oleh partai politik (parpol) ketika bicara tentang kekuasaan adalah, bahwasanya partai hanya mampu mendapatkannya lewat simpati dan keinginan pemilih (voter) yang diwujudkan dalam perilaku memilih di dalam kotak suara.
Dalam setiap wacana politik yang bergulir, selalu topik tentang rakyat (yang merupakan pemilih dan pemberi suara bagi partai) tidak ikut disertakan.
Rakyat hanya dianggap sebagai sesuatu yang pasif, yang menonton adegan kebisingan partai politik saat berusaha dengan segala cara untuk mencapai tampuk kepemimpinan.
Hal lain yang kerap diabaikan oleh parpol dalam meraih dan mempertahankan kekuasaan secara konstan adalah dengan menjaga serta mempertahankan loyalitas pemilih terhadap partai.
Sayangnya loyalitas ini tidak akan pernah terbentuk apabila pemilih tidak memiliki kedekatan dengan parpol maupun kader-kadernya.