Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Kader perempuan harus didorong untuk bersinar di partai agar meningkatkan peluang keterpilihannya sebagai anggota parlemen atau pemimpin eksekutif.
Berdasarkan data terbaru Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang daftar pemilih Pemilu 2024, pemilih perempuan memiliki persentase sebesar 50,1%, sedangkan pemilih laki-laki sebesar 49,9%.
Ini berarti perempuan memiliki suara yang sedikit lebih banyak.
Voter perempuan yang akan berpartisipasi pada pemilu mendatang, hendaknya mulai mempertimbangkan pilihan politiknya kepada yang pro kepentingan perempuan, serta dinilai mampu menciptakan kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan perempuan.
Sudah terlalu lama kepentingan dan kebutuhan perempuan diabaikan.
Baca Juga: Audiensi Grid Network dengan KPU, August Mellaz Sebut Pentingnya Suara Perempuan
@cerita_parapuan Kalau MinPuan ingin pemimpin yang programnya peduli pada perempuan. Kamu? #fypシ #KPU ♬ original sound - lucia <3
Drama Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) adalah salah satu contoh tentang ketidakpedulian negara terhadap perempuan yang menjadi korban kejahatan seksual sehingga membutuhkan waktu 6 tahun untuk bisa disahkan sebagai undang-undang.
UU lainnya juga yang masih dilalaikan oleh anggota parlemen adalah tentang kesetaraan dan keadilan gender yang berpotensi mempercepat langkah perempuan dalam segala sektor publik tanpa prasangka dan bias gender.
UU ini pun masih belum ada kabar beritanya sejak masuk program legislatif nasional di tahun 2015.
Sistem politik kita membutuhkan representasi dan tingkat keterpilihan perempuan yang besar agar mampu mengakomodasi dan menciptakan kebijakan yang mengakomodasi kepentingan perempuan.
Karena itu, parpol harus mendorong perekrutan dan kaderisasi politik sebagai fokus utama.
Baca Juga: Pemilu 2024 dan Identitas Politik Perempuan yang Kerap Termarjinalkan
Hal ini tidak hanya menguntungkan partai karena memiliki anggota yang cakap, mumpuni, dan cerdas berpolitik. Melainkan juga mampu meraih simpati dan kedekatan publik terhadap partai.
Perekrutan dan kaderisasi politik perempuan pun merupakan salah satu bukti bahwa parpol mengedepankan diversitas (keberagaman) dan tidak bias gender.
Pada hakikatnya, kecakapan berpolitik tidak pernah ditentukan oleh jenis kelamin laki-laki atau perempuan.
Hal itu ditentukan oleh political will yang memberikan kesempatan dan peluang setara untuk berpolitik. (*)