“Scientific Meeting kali ini mencoba melebarkan sayap dengan mengajak klinisi dan perawat di Indonesia bergerak mengatasi hipertensi mulai dari hulu secara optimal, yaitu mulai bertindak di fase prevensi atau pencegahan tanpa melupakan optimalisasi tatalaksana hipertensi.
"Adapun acara akan terbagi menjadi masterclass of hypertension, plenary session, interactive keynote lecuture, international hypertension societies joint-session, poster sessions, panel discussion, trigger quiz contest, dan dilanjutkan dengan young investigator session sebagai bentuk tanda hormat terhadap inovasi dan pencapaian terbaru dalam ruang lingkup hipertensi. Selain itu, yang tak kalah penting dan pasti ditunggu adalah peluncuran ‘Buku Panduan Promotif dan Preventif Hipertensi’ pada akhir acara,” jelasnya.
dr. Erwinanto, Sp.JP(K),FIHA, Ketua InaSH, pada kesempatan yang sama mengatakan, jumlah penyandang hipertensi di Indonesia tidak berkurang dalam satu dekade terakhir.
Survei nasional di Indonesia tahun 2018 menunjukkan prevalensi hipertensi adalah 34,1%, tidak berbeda dengan hasil survey nasional tahun 2007 yang besarnya 31,7%.
"Tidak berubahnya jumlah penyandang hipertensi dari tahun ke tahun bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga terjadi di negara lain termasuk negara maju seperti Amerika.
"Tingginya jumlah penyandang hipertensi menjadi beban berupa tingginya angka kesakitan dan kematian penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal kronik. Hipertensi bertanggung jawab terhadap sebagian beban biaya yang tinggi untuk penyakit jantung-pembuluh darah, stroke dan gagal ginjal di Indonesia,” terangnya.
Ia juga mengemukakan, untuk mengukur tekanan darah dapat dilakukan di rumah atau di pelayanan kesehatan.
"Ulangi pemeriksaan tekanan darah setidaknya setiap tahun jika tekanan darah terukur 130-139/85-89 mmHg (tekanan darah normal tinggi) dan lebih sering jika terukur 140/90 mmHg atau lebih (hipertensi). Jika tekanan darah 130-139/85-89 mmHg berisiko menjadi hipertensi di masa datang," jelasnya.