Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Ini artinya, makin banyaknya perempuan di bidang pengembangan teknologi, akan makin banyak produk teknologi yang disediakan khusus bagi perempuan.
Sayangnya realitas berkata lain. Kumparan Bisnis, 7 Maret 2022, mengutip Satu Kahkonen.
Perempuan yang menjabat sebagai Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste ini menyebutkan bahwa perempuan yang menduduki level pemimpin di Indonesia hanya mencapai 24 persen.
Jumlah ini makin menyusut, ketika posisinya makin ke atas. Hanya 6% perempuan Indonesia yang mampu meraih posisi chief executive officer (CEO).
Baca Juga: Kisah Kepemimpinan Shinta Kamdani, CEO Sintesa Group yang Berhasil Ekspansi Bisnis Keluarga
Kesenjangan perbandingan posisi CEO perempuan dengan laki-laki tak hanya terjadi di negara berkembang.
Bahkan di negara maju yang telah lama mengatasi kesenjangan gender, keadaannya tak terlalu beda.
Mengutip World Economic Forum, 2022 yang memuat ulasannya berjudul, “How Has the Number of Female CEOs in Fortune 500 Companies Changed Over the Last 20 Years?” dilaporkan terjadinya pemecahan rekor baru.
Pencapaian ini dibandingkan dengan 20 tahun sebelumnya.
Pada Maret 2022, terhitung setidaknya ada 74 CEO perempuan yang bekerja di 500 perusahaan berpenghasilan tertinggi di Amerika.
Angka ini naik dari 41 CEO perempuan pada Juni 2021, dan hanya 7 CEO perempuan pada tahun 2002. Perlu dua dekade menyejajarkan keadaannya.
Namun demikian, jika pencapaian itu disajikan dalam persentase, angkanya hanya 15%.
Perempuan yang berhasil mendaki puncak bisnis, masih minim. Posisi 85% lainnya, tak lepas dari kekuasaan laki-laki.
Baca Juga: Tak Bisa Disepelekan, Ini 7 Pelajaran Kepemimpinan dari Para Perempuan
Memang peluang promosi yang lebih adil terindikasi nyata. Jumlah CEO perempuan meningkat dalam periode empat tahun. Namun jumlahnya tak mencerminkan kesetaraan.
Jika kesetaraan itu patut terus diperjuangkan, apa sesungguhnya peran khas perempuan dalam menjalankan kepemimpinan?
Marta Aguilar dalam uraian lanjutnya menyebutkan, bahwa selain pemimpin perempuan mampu mendorong lahirnya produk yang memang dibutuhkan perempuan, keberadaanya juga mendorong peningkatan kinerja.
Perempuan juga mampu menjamin kecukupan tersedianya tenaga kerja. Pada bidang tertentu, kebutuhannya terus meningkat.
Soal peran perempuan dalam peningkatan kinerja, hal ini terjadi jika komposisi antar gender berimbang.
Keseimbangan menguntungkan keberlangsungan aktivitas.
Aguilera mengutip sebuah penelitian pada 22.000 perusahaan yang beroperasi global.
Perusahaan-perusahaan itu memberi kesempatan perempuan, untuk memimpin. Hasilnya, keuntungan bersih perusahaan mengalami peningkatan tinggi.
Organisasi dengan kepemimpinan perempuan sebesar 30% erat kaitannya dengan peningkatan keuntungan bersih, yaitu sebesar 6%.
Di balik pencapaian itu, realitas keragaman keterampilan dan berkurangnya diskriminasi gender, menyebabkan perusahaan punya pekerja berbakat tanpa peduli gendernya. Tak mengistimewakan pekerja laki-laki.
Itu artinya memberi kesempatan pada semua orang berbakat untuk bisa masuk dalam aktivitas.
Baca Juga: Menurut Erika Retnowati, Ini 4 Hal Penting yang Harus Dimiliki Pemimpin Perempuan
Keragaman bakat tersedia, dengan membuka peluang bagi seluruh gender.
Adapun peran lain dari perempuan yang ada di puncak kepemimpinan: Kelompok gender ini cenderung tak mendiskriminasi perempuan lainnya.
Ini artinya perekrutan hanya mempertimbangkan keterampilan, bukan hal di luar itu.
Perempuan yang tak mendiskriminasi akan mampu terus memasok kebutuhan tenaga kerja. Dalam kaitan produk teknologi misalnya.
Bidang ini adalah aktivitas dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Pertumbuhan yang memerlukan banyak tenaga kerja.
Apa yang terjadi jika pada keadaan ini justru perempuan didiskriminasi?
Dunia teknologi kehilangan setengah dari sumber daya manusia yang dibutuhkan, pada aktivitas yang sedang tumbuh.
Jika dirangkaikan seluruhnya: Perempuan di puncak kepemimpinan berperan jadi pembongkar sekat abadi.
Sekat yang menjadikan dunia timpang.
Ini dapat kembali disejajarkan apabila kehadiran perempuan, seperti Kawan Puan, makin setara komposisinya. Membawa dunia untuk berorientasi imbang pada kedua gender.
Jika tidak, sampai kapan perempuan sanggup hidup di dunia yang terus mengasingkan dirinya sendiri? (*)