Parapuan.co - Bisnis pakaian bekas impor atau thrifting sudah bukan hal baru lagi di Indonesia dan berkembang cukup pesat.
Banyak pedagang thrifting di Tanah Air dan hampir di berbagai wilayah ada pasar khusus pakaian bekas impor.
Namun, baru-baru ini ada larangan untuk bisnis thrifting karena dianggap mengganggu industri tekstil lokal.
Mengutip Kompas.tv, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan larangan bisnis baju bekas impor.
Terkait larangan tersebut, seorang pebisnis thrifting asal Cimahi, Jawa Barat, Asep Kiki mengungkapkan pandangannya.
Menurutnya, bisnis thrifting punya segmen pasar sendiri dan tidak mengganggu industri tekstil.
"Kalau alasannya itu, saya berani jamin usaha seperti ini segmentasi pasarnya sendiri. Jadi gak mungkin mengganggu industri tekstil," terang Asep kepada Kompas.tv.
Apa yang diungkapkan Asep bisa jadi benar mengingat sejak populernya bisnis thrifting di Indonesia, belum ada protes dari pengusaha tekstil atau pelaku UMKM tentang apakah bisnis ini mengganggu atau tidak.
Lantas seperti apa sih asal-usul bisnis thrifting di Indonesia? Kawan Puan bisa menyimak uraian sebagaimana dikutip dari Kompas.com di bawah ini!
Baca Juga: Tips Bisnis Thrifting Online, Mulai Siapkan Toko hingga Cara Pemasaran
Awal Mula Budaya Thrifting
Bisnis thrifting tak hanya ada di Indonesia, tetapi juga di berbagai negara di dunia.
Di dalam buku A Brief History of Thrifting (2019), fenomena thrifting berawal pada sekitar tahun 1760-1840 ketika revolusi industri terjadi.
Kala itu, ada pemikiran bahwa pakaian adalah barang yang digunakan sekali pakai sehingga jumlah baju bekas meningkat.
Keadaan tersebut berbalik ketika terjadi krisis besar-besaran di Amerika pada tahun 1920.
Banyak orang yang tidak mempunyai pekerjaan saat itu, sehingga mereka membeli baju baru dari toko thrifting.
Bertahun-tahun kemudian, sekitar 1990, thrifting berubah menjadi fesyen dan membentuk industri baru yang digemari masyarakat.
Thrifting di Indonesia
Ditemukan studi mengenai bisnis pakaian bekas impor dari Feby Febriyadi Nur Rizka berjudul Fashion Thrifting sebagai Budaya Populer di Kalangan Mahasiswa.
Baca Juga: 4 Tips Thrifting yang Sedang Viral di TikTok agar Tidak Rugi
Studi tersebut menyebutkan, thrifting tumbuh dan berkembang di Bandung pada 1990-2000.
Namun, kala itu pakaian bekas yang dijual dalam bisnis ini identik dengan pemusik, pemain skateboard, dan streetwear.
Bandung pada waktu itu merupakan pusat fesyen, di mana pakaian bekas banyak dijual.
Mulai dari Pasar Baru (1994-1995), Cibadak (1996-1997), Kebon Kelapa (2000-an), berpindah ke Pasar Tegallega (2002-2003), lalu berakhir di Pasar Gedebage Bandung hingga sekarang.
Tak disangka, budaya thrifting semakin digemari masyarakat di semua lapisan.
Salah satunya disebabkan karena faktor ekonomi masyarakat yang lebih memilih untuk membeli pakaian bekas.
Kini, baju bekas impor tidak hanya digandrungi oleh masyarakat menengah ke bawah tapi juga dari berbagai kalangan.
Pasalnya selain bermerek, kualitas barang juga banyak yang masih bagus dan harganya terjangkau.
Nah, itulah asal-usul pasar thrifting di Indonesia di mana semakin banyak pelaku usaha dan peminatnya.
Apakah menurut Kawan Puan bisnis thrifting akan mengganggu usaha tekstil dalam negeri atau tidak, nih?
Baca Juga: 5 Tips Hemat Belanja Thrifting, Salah Satunya Berkeliling Lokasi
(*)