Ketika Portugis tiba di Jawa pada 1512, perempuan kelas atas atau bangsawan Jawa kerap mengenakan pakaian serupa dengan bagian depan yang lebih terbuka.
Informasi tersebut disampaikan oleh profesor sejarah fesyen Amerika Serikat, Linda Welters dan Abby Lillethun, dalam buku Fashion History: A Global View.
Kebaya akhirnya mengambil namanya dari kata Portugis “caba” atau “cabaya”, yang berarti “tunik”.
Sementara itu menurut Jackie Yoong, kurator senior untuk fesyen dan tekstil di Museum Peradaban Asia dan Museum Peranakan di Singapura, ternyata ada alasan lain mengapa kebaya dipercaya berasal dari Timur Tengah.
“Saat kamu mengangkat lengan kebaya, di bawah lengan ada tambalan segitiga seperti jubah dari Timur Tengah, sedangkan jaket lain seperti gaya Ming (dari Tiongkok) berpotongan datar,” ujarnya.
Sebelumnya kebaya dipercaya menjadi istilah yang kerap digunakan untuk menggambarkan jubah atau blus laki-laki maupun perempuan.
Namun sejak abad ke-19, kebaya lebih merepresentasikan paduan blus perempuan dengan sarung batik yang kerap dipakai orang-orang di Asia Tenggara.
Bukan hanya dikenakan oleh warga lokal, gaya berbusana dengan kebaya ini pun turut populer di kalangan perempuan Belanda pada era Hindia-Belanda.
Baca Juga: Menawan saat Rayakan Hari Kartini, Ini 5 Fakta Menarik Tentang Kebaya