Parapuan.co - Puluhan ribu massa turun ke jalan pada peringatan Hari Buruh 2023.
Sebagaimana dikutip dari Kompas.com, sekitar 50 ribu buruh dikonfirmasi hadir di peringatan Hari Buruh 2023 di Istana Negara dan Gedung Mahkamah Agung.
Tuntutan para pekerja di Hari Buruh 2023 ini bisa dibilang hampir sama seperti tahun sebelumnya, yaitu dicabutnya UU Cipta Kerja.
Salah satu tuntutan tersebut ialah pencabutan omnibus law UU No.6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Sebenarnya, poin-poin di UU Cipta Kerja mana yang dinilai bermasalah dan merugikan buruh?
Simak beberapa hal terkait UU Cipta Kerja yang bermasalah seperti melansir Kompas.com di bawah ini!
1. Sistem Kerja Kontrak
Di dalam UU Cipta Kerja, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tidak dibatasi periode dan batas waktu kontrak.
Terdapat pasal 81 angka 15 di UU Cipta Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 59 pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Baca Juga: Catat, Ini Hak Upah dan Cuti Pekerja Outsourcing di Perppu Cipta Kerja
Pasal tersebut menerangkan, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Frasa "tidak terlalu lama" dianggap mengubah ketentuan soal batas waktu pekerjaan yang penyelesaiannya "tiga tahun" sebagai salah satu kriteria PKWT.
Hal itu diyakini bisa membuat pengusaha leluasa menafsirkan frasa "tidak terlalu lama" sehingga kepastian kerja bagi buruh semakin tidak jelas.
2. Praktik Outsourcing (Pekerja Alih Daya) Meluas
Poin kedua, UU Cipta Kerja tidak mengatur batasan kriteria pekerjaan yang dapat dipekerjakan secara alih daya atau outsourcing.
Sementara berdasarkan UU Ketenagakerjaan, outsourcing hanya dapat dilakukan jika suatu pekerjaan terlepas dari kegiatan utama atau kegiatan produksi.
Oleh sebab itu, praktik outsourcing diprediksi makin meluas karena adanya UU Cipta Kerja.
3. Waktu Kerja Eksploitatif
UU Cipta Kerja menetapkan batasan maksimal jam lembur, yaitu 3 jam dalam sehari dan 14 jam dalam sepekan, menjadi 4 jam dalam sehari dan 18 jam dalam seminggu.
Baca Juga: Masih Pro Kontra, Ternyata Ini Urgensi Terbitnya Perppu Cipta Kerja
Hal ini akan berakibat pada kesehatan buruh. Belum lagi besaran upah lembur yang diterima juga tidak sebanding.
4. Berkurangnya Hak Cuti dan Istirahat
UU Cipta Kerja mengatur waktu istirahat bagi pekerja diperoleh sekali dalam sepekan.
Pengusaha pun tidak mempunyai kewajiban memberikan waktu istirahat selama dua hari kepada pekerja yang telah bekerja selama lima hari seminggu.
Ditambah lagi di dalam UU Cipta Kerja terdapat aturan bahwa buruh bisa dikenakan wajib lembur.
UU Cipta Kerja juga menghilangkan hak cuti panjang selama dua bulan bagi buruh yang telah bekerja minimal selama enam tahun.
5. Rentan Alami PHK
Pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja menyisipkan Pasal 154A mengenai alasan pemutusan hubungan kerja.
Pasal tersebut membuat buruh rentan mengalami PHK jika mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak bisa melakukan pekerjaannya setelah melewati 12 bulan.
Di samping itu, ketentuan pada pasal 172 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan buruh berhak atas dua kali pesangon jika terkena PHK karena sakit berkepanjangan melebihi 12 bulan telah dihapus melalui UU Cipta Kerja.
Untuk menjawab kegelisahan buruh terkait hal-hal di atas, pemerintah sendiri sudah mengeluarkan Perppu Cipta Kerja pada akhir 2022 lalu.
Bagaimana menurut Kawan Puan?
Baca Juga: Dilakukan Shopee, Ini Aturan PHK di Indonesia yang Tak Boleh Dilanggar
(*)