"Sebagai gantinya, pasien asma harus mendapat pengobatan yang mengandung ICS (antiradang/anti inflamasi), contohnya kombinasi ICS-Formoterol, untuk mengurangi risiko serangan asma. Pasien asma dianjurkan melakukan pemeriksaan rutin ke dokter untuk memastikan kondisi asma terkontrol dan mendapatkan tindakan yang tepat, bukan hanya mencari pengobatan instan saat serangan asma muncul," tambahnya.
Studi Global Burden of Disease (GBD) pada tahun 2019 menunjukkan bahwa diperkirakan terdapat 262 juta orang yang terkena asma di seluruh dunia, dengan faktor penting di mana inhaler pelega dianggap oleh pasien sebagai pengendali penyakit mereka, tetapi karena kurangnya pengobatan terhadap kondisi peradangan yang mendasarinya, hal tersebut sebenarnya menempatkan pasien pada risiko yang lebih besar terhadap serangan asma.
Untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik bagi pasien asma di Indonesia, kampanye 'Stop Ketergantungan' pun digagas. Kampanye ini bertujuan untuk mengukur risiko ketergantungan yang berlebihan terhadap SABA dan untuk menjembatani diskusi antara tenaga kesehatan profesional dan pasien asma untuk pengobatan asma yang optimal.
Dari sudut pandang pasien, Zaskia Adya Mecca, seorang istri dan ibu dari pasien Asma menjelaskan pengalaman pribadinya yang hidup bersama suami dan anak-anak yang mengidap asma.
"Hidup bersama suami dan anak-anak, saya pun tahu bahwa terkadang sulit bagi penderita asma untuk konsisten mengikuti pengobatan yang harus dijalaninya, oleh karena itu, dorongan seperti kampanye 'Stop Ketergantungan' ini sangat penting," kata Zaskia Mecca.
"Saya menyaksikan sendiri, ketika kami melakukan konsultasi rutin dan menggunakan perawatan dengan kandungan ICS, kondisinya berubah secara signifikan, dan itu terlihat dari penurunan gejala serta serangan yang terjadi di keluarga saya," imbuhnya.
Untuk menumbuhkan kesadaran pasien asma akan kondisi mereka, kampanye 'Stop Ketergantungan' menyediakan media digital berbasis bukti yaitu tes ketergantungan pelega, yang dapat dibuka di www.stopketergantungan.id untuk menilai tingkat ketergantungan pasien terhadap inhaler pelega SABA.
Tes ini diadaptasi dari Kuesioner Risiko SABA yang telah divalidasi.
Dengan mengikuti tes ini, pasien asma akan memahami risiko dan kecenderungan ketergantungan yang berlebihan terhadap SABA, sehingga dapat berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional untuk menentukan langkah selanjutnya dalam pengobatan dan penanganan asma yang mereka butuhkan.
(*)