“Ini memang tidak bisa kita lakukan sendiri, tetapi dengan kerja gotong royong. Saya berharap ini bisa berjalan dengan baik,” harap Wagub Ma’mun.
Baca Juga: Kunjungi Desa WIsata Cibeusi, Sandiaga Uno Ungkap Potensi dan Peluang Pariwisata
Sementara itu, Perwakilan Balai Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Arimijati, dalam paparannya menyebut bahwa Festival Lestari 5 yang dilaksanakan di Kabupaten Sigi adalah langkah maju.
Sebagai perwakilan lembaga yang ditunjuk untuk menjaga cagar biosfer di Lore Lindu, ia memandang Festival Lestari 5 sejalan dengan konsep perlindungan, perawatan, dan pemberdayaan alam yang sudah tercantum dalam visi pembangunan hijau Kabupaten Sigi.
“Ada 72 desa yang jadi penyangga cagar biosfer di TNLL. Sebagian besarnya, yakni sekitar 48 desa berada di Kabupaten Sigi. Selebihnya, masuk wilayah Kabupaten Poso. Dari jumlah itu, 56 desa sudah melakukan kerjasama dengan TNLL. Kerjasama itu antara lain mencakup pemberdayaan ekonomi berbasis alam,” ungkapnya.
Dengan begitu, menurut Armijati, tidak ada alasan untuk menilai bahwa masyarakat menjadi terbatas dalam hal pemberdayaan ekonomi dengan adanya hutan di sekeliling tempat tinggalnya.
Baca Juga: Kembali Dibuka, Berikut Cara Daftar Kunjungan ke Observatorium Bosscha
“Keberadaan TNLL justru mengambil peran penting untuk membantu meningkatkan ekonomi sekitar kawasan hutan lindung,” kata Armijati.
Kembangkan praktik ekonomi lestari
Sejumlah pelaku usaha dan kelompok masyarakat yang turut hadir dalam konferensi pers juga memaparkan praktik-praktik ekonomi lestari yang sudah diterapkan untuk meningkatkan nilai komoditas khas Sigi.
Salah satunya adalah Zaitun, seorang pengurus Koperasi Tani Vanili Simpotove di Kecamatan Palolo. Dia menyatakan, komoditas kakao yang dihasilkan koperasinya sudah tersertifikasi dan saat ini sedang merambah ke komoditas vanili.
“Ada pendampingan dalam mengelola komoditas-komoditas itu, seperti tidak menggunakan pestisida dan sebagainya,” ungkap Zaitun.
Begitu pula dengan Herri Ramdhani, seorang pelaku UMKM yang menggeluti bisnis kopi yang ditanam dibudidayakan di Kabupaten Sigi.
Baca Juga: Berdayakan UMKM Perempuan, Ini Perjalanan Karier Agustina Samara dari DANA
“Pada 2017, kami membawa kopi ke Jakarta, tapi semuanya ditolak karena kualitasnya jelek. Tapi sekarang setelah melalui pendampingan. Alhamdulillah, kami malah sibuk memenuhi permintaan (pesanan),” sebutnya.
Ada pula Nadya Sinimta Maulaning, anak muda yang tergabung dalam kelompok Gampiri Interaksi. Ia mengaku, kelompoknya difasilitasi untuk mengurus lahan yang sudah tidak produktif agar dapat kembali dimanfaatkan untuk bercocok tanam.
Tak hanya itu, sedikitnya 20 UMKM setempat sudah digiring ke dalam program inkubasi agar bisa bertransformasi dalam usaha.
“Praktik dan inovasi-inovasi seperti ini juga akan kita bagi pada forum-forum selama Festival Lestari 5,” tambah Armijati.
Baca Juga: Pemerintah Tingkatkan Cakupan Imunisasi Rutin Lengkap Lewat Imunisasi Kejar
Sebagai informasi, Festival Lestari sebelumnya bernama Festival Kabupaten Lestari atau FKL. Festival pertama kali diluncurkan oleh LTKL pada 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
LTKL adalah asosiasi kabupaten yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah kabupaten sebagai bagian dari kaukus Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) untuk mewujudkan visi ekonomi lestari dengan menjaga lingkungan dan mensejahterakan masyarakat lewat gotong royong multipihak.
Hingga kini, LTKL memiliki sembilan kabupaten anggota di enam provinsi di Indonesia dan bekerja berdampingan dengan 27 jejaring mitra multipihak tingkat daerah, nasional, dan global.
Festival Lestari 5 juga digelar berkat kerja sama antara Kementerian Investasi atau BKPM, APKASI, Forum Koordinasi dan Komunikasi Cagar Biosfer Lore Lindu, BRIN-MAB UNESCO Indonesia, Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Koalisi Ekonomi Membumi, GIZ SASCI+, dan Tropical Forest Alliance.