Advertorial

Mencicipi Kopi dan Durian Kabupaten Sigi, Cinderamata Istimewa yang Jadi Penopang Ekonomi Warga

Yussy Maulia - Jumat, 23 Juni 2023
Kopi dombu kini ditargetkan untuk bisa diekspor ke Dubai dan Jepang.
Kopi dombu kini ditargetkan untuk bisa diekspor ke Dubai dan Jepang. DOK. National Geographic Indonesia/Joshua Marunduh

Parapuan.coKabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, memiliki hasil pertanian yang kualitasnya tidak bisa dipandang sebelah mata. Biji kopi dan buah durian menjadi dua di antaranya.

Pada Kamis (22/6/2023), peserta Festival Lestari 5 mendapat kesempatan untuk menjajal dua komoditas unggulan tersebut. Produk kopi diperkenalkan oleh seorang petani sekaligus penjual kopi dari Desa Dombu, yaitu Ismail (37).

Melalui sebuah kios bertuliskan Kios Cinderamata Dinas Pariwisata Sigi di Desa Wayu, Ismail “memamerkan” kopi dombu. Untuk diketahui, kopi dombu adalah kopi jenis arabika khas Desa Dombu, Kabupaten Sigi.

Desa Dombu berada di area Perbukitan Gawalise, sekitar 1.800 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kopi arabika tumbuh subur di desa tersebut.

Baca Juga: Kenalan dengan Desa Wayu, Surga Bagi Pecinta Paralayang

“Awalnya masyarakat Desa Dombu tidak mengenal kopi. Kami menanam palawija yang pengairannya bergantung pada hujan. Hasilnya juga tidak seberapa. Contohnya, kebun palawija yang saya garap. Hasilnya hanya cukup untuk menopang kehidupan sehari-hari istri dan dua anak,” cerita Ismail.

Kemudian, pada 2019, kopi mulai dikenal dan ditanam. Beberapa warga Desa Dombu, termasuk Ismail, pun mencoba untuk menanamnya untuk sekadar uji coba.

“Pertimbangannya adalah kopi cocok ditanam di Desa Dombu. Cuacanya cocok untuk spesies Coffea liberica untuk bertumbuh,” terang Ismail.

Ismail kemudian menanam kopi di tanah seluas 1 hektare yang ia miliki. Kebun kopi ia kelola bersama sang istri. Hasilnya tidak mengecewakan, bahkan jauh lebih nikmat dari keuntungan bercocok tanam palawija.

Baca Juga: Festival Lestari 5 Jadi Momentum Kabupaten Sigi untuk Tumbuh Lebih Baik

“Sebulan kami bisa dua kali panen. Setiap panen kami dapat 50 kilogram biji kopi. Pasar kopi di dalam dan di luar Kota Palu sedang bagus. Harga saat ini selalu stabil pada kisaran Rp 70.000per kg kalau dijual di dalam Kota Palu,” kata Ismail.

Apabila menjualnya di luar Provinsi Sulawesi Tengah, Ismail bisa mematok harga Rp 100.000 per kg. Dengan penghasilan dari bertani kopi, Ismail sudah bisa membiayai uang sekolah anaknya yang masing-masing duduk di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama (SMP).

Seiring waktu, Ismail juga memproses kopi hingga menjadi siap minum. Ketika ada pameran produk tani, baik yang diselenggarakan di Kabupaten Sigi maupun Kota Palu, ia selalu datang untuk memperkenalkan produk kopi dombu miliknya.

“Termasuk hari ini, saya buka stand di sini untuk Festival Lestari 5”, kata Ismail.

Baca Juga: Perda Hijau Jadi Langkah Menguatkan Kabupaten Sigi yang Maju dan Berkelanjutan

Petani lainnya dari Desa Dombu, Nolvi Mandagi, menceritakan mengenai bagaimana kopi membuatnya punya harapan untuk berdaya secara ekonomi. Ia mengaku saat ini kewalahan memenugi pesanan dari Jakarta, Surabaya, dan Makassar.

“Bahkan konsumen mesti setor uang jaminan untuk mendapat kiriman biji kopi. Jadi, mereka pesan jauh hari sejak kopi belum dipanen,” kata Nolvi.

Novi sendiri memiliki 1.701 pohon kopi dan telah memiliki pelanggan loyal di Kota Palu. Menurut Nolvi, Festival Lestari 5 bisa menjadi “etalase” untuk memperkenalkan kopi khas Kabupaten Sigi.

“Menurut penilaian saya, ceruk pasar kopi dari Sigi masih terlalu kecil dibandingkan daerah lainnya,” ucap Nolvi. 

Oleh sebab itu, dengan adanya Festival Lestari 5, Nolvi berharap kopi robusta dan arabika dari Sigi bisa mendapat panggung di ranah nasional.

Baca Juga: Ikon Fashion Chiara Ferragni Eksplor Kecintaannya pada Kopi dengan Koleksi Ispirazione Italiana

Disambut baik pengusaha kafe

Momentum Festival Lestari 5 juga disambut baik oleh pengusaha kafe di Kota Palu dan Kabupaten Sigi. Salah satunya, pemilik Kopi Sebati, Rohmat Sebati (29). Rohmat memanfatkan momen festival untuk memperkenalkan seduhan kopi arabika di kafenya.

Di kafe yang dikelolanya, Rohmat mengaku tak pernah kehabisan pasokan. Suplai bahan baku dari kebun milik Ismail dan beberapa petani kopi, baik dari Desa Dombu maupun Desa Wayu, relatif stabil.

Kehadiran festival bertema alam seperti Festival Lestari 5, menurut dia berguna untuk memperkenalkan kopi yang dihasilkan dari bumi Sigi. Terlebih, kata Rohmat, belakangan ini konsumen mulai kritis akan kualitas hingga cita rasa kopi yang mereka konsumsi.

“Konsumen kopi yang kritis memang belum banyak dibanding penikmat kopi konvensional. Namun, perlu diantisipasi karena mulai ada penikmat kopi yang tak sekadar mengandalkan rasa dan teknis menyeduh kopi untuk mendapat level kenikmatan tertentu. Mereka peduli kandungan. Selain itu, cara pertanian kopi termasuk relasi pengusaha kafe dan petani kopi,” jelas Rohmat.

Baca Juga: Kopi Bikin Kembung itu Hanya Mitos Belaka, Kok Bisa? Ini Alasannya

Ia bercerita, pernah menemui konsumen seperti itu di kafe miliknya. Konsumen tersebut kritis dan memerlukan perhatian khusus, tetapi keberadaan mereka memberi dampak baik bagi industri kopi.

‘’Mereka tanya-tanya apakah harga beli di tingkat petani memberi keuntungan yang wajar pada petani atau seperti apa. Dalam jangka panjang, sikap kritis konsumen semacam itu memberi dampak baik bagi perkopian di Kota Palu dan Sigi,’’ katanya. 

Saat ini, kopi dombu merupakan salah satu komoditas yang didorong oleh pemerintah setempat untuk diekspor. Adapun, negara tujuan ekspornya adalah Dubai dan Jepang.

Durian Sigi yang dapat ditemukan di Desa Wayu dan Dombu.
Durian Sigi yang dapat ditemukan di Desa Wayu dan Dombu. DOK. National Geographic Indonesia/Basri Marzuki

Durian sebagai penambah penghasilan

Warga Desa Dombu dan Wayu memiliki komoditas lain yang patut dibanggakan, yakni durian. Para petani, di sela-sela menunggu panen tanaman pokoknya, menjadi pengumpul durian. Durian-durian tersebut kemudian dijual ke Kota Palu.

Baca Juga: Masuk Musimnya, Ternyata Begini Cara Menanam Durian yang Benar

Hasmin (43), salah satu petani jagung di Desa Wayu, misalnya. Ia mengumpulkan durian, kemudian dijual di Palu dengan harga beragam, mulai dari Rp 8.000 hingga Rp 15.000 per buah.

Durian, katanya, hanya dijadikan penambah penghasilan. Sebab, waktu panen durian bersifat musiman. Namun, Hasmin mengaku hasil yang diperoleh dalam satu kali panen bisa dibilang lumayan.

“Bulan depan, saya mulai panen tanaman utama di perkebunan. Saya tanam jagung, sayur, dan palawija,” kata Hasmin.

Penulis:
Editor: Sheila Respati
REKOMENDASI HARI INI

Kampanye Akbar, Paslon Frederick-Nanang: Kami Sedikit Bicara, Banyak Bekerja