Parapuan.co - Forum Investasi dan Bisnis Berbasis Alam di Bukit Indah Doda, Desa Doda, Kecamatan Marawola Barat, pada Jumat (23/6/2023) sukses digelar. Forum tersebut menjadi acara utama Festival Lestari 5 yang diselenggarakan di Kabupaten Sigi tahun ini.
Dalam forum ini, tercermin komitmen kuat dari berbagai pihak untuk mewujudkan konsep pembangunan berbasis alam secara nyata, bukan sekadar wacana, terutama di lingkup pemerintahan.
Dalam diskusi tersebut, semangat gotong royong tampak jelas dalam mendorong implementasi pembangunan berbasis alam. Pelaku usaha, perwakilan pemerintah, dan kalangan masyarakat juga hadir untuk berpartisipasi. Semua pihak sepakat bahwa pembangunan berbasis alam perlu segera dilakukan dan tidak boleh ditunda.
Bupati Kabupaten Sigi, Mohamad Irwan Lapata, menyatakan bahwa Kabupaten Sigi telah menunjukkan komitmen dalam mengadopsi pola pembangunan hijau dan berbasis alam dalam mendorong pembangunan.
Bupati Kabupaten Sigi, Mohamad Irwan Lapata, menyampaikan bahwa Kabupaten Sigi telah menunjukkan komitmen dalam mengadopsi pendekatan pembangunan hijau dan berkelanjutan untuk memacu kemajuan pembangunan.
Perwujudan konsep pembangunan yang lestari menurut dia membutuhkan komitmen, payung hukum serta kebijakan dan dukungan para pihak.
“Oleh sebab itu, komitmen itu diwujudkan dengan membuat payung hukum kelestarian lingkungan dengan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) Sigi Hijau pada Agustus 2019,” ujar Irwan.
Kabupaten Sigi merupakan wilayah yang kaya kandungan emas, bijih besi, dan nikel, tetapi pemerintah daerah tidak lantas merasa bebas mengekpsloitasi kandungan mineral itu.
Maka, Irwan pun merasa terbantu sekaligus memberikan penghargaan kepada Belanda yang memasukkan sebagian besar wilayah Kabupaten Sigi dalam kawasan Konservasi Taman Nasional Lore Lindu (TNLL).
Baca Juga: Kementerian Investasi Luncurkan Panduan Investasi Lestari
Dengan memasukan kawasan yang mengandung mineral kedalam wilayah TNLL, maka eksplorasi dan eksploitasi kekayaan yang tersimpan di perut bumi tidak semudah dengan kawasan yang berada di luar wilayah konservasi.
''Coba jika tidak dimasukan dalam kawasan konservasi, sekarang sudah dieksploitasi,'' ucapnya.
Pada saat yang bersamaan, Pemerintah Kabupaten Sigi mendorong warganya untuk memanfaatkan komoditas yang tidak merusak lingkungan. Masyarakat diminta melakukan budidaya tanaman hortikultura, kopi, kakao, vanili, serta memaksimalkan potensi pariwisata berbasis alam yang saat ini sedang berjalan.
Direktur KARSA Institute Saiful Taslim, yang hadir dalam forum, mengatakan bahwa praktik baik untuk model ekonomi berbasis jasa ekosistem sudah saatnya menjadi pilihan.
“Sebagai lembaga yang bergerak di sektor isu reformasi agraria, KARSA Institute sudah mengenal rekam jejak pemerintahan di Kabupaten Sigi dibawah kepemimpinan Lapata. Sigi adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah yang concern terhadap isu-isu agrarian,” katanya.
Ia melanjutkan, Pemerintah Kabupaten Sigi bahkan bisa menjadi role model bagi pemerintah kabupaten lain di Sulawesu Tengah tentang bagaimana menjaga ekosistem tetap lestari mengingat lokasinya yang merupakan bagian Cagar Biosfer Lore Lindu.
Baca Juga: Sebanyak 25 UMKM Sigi Presentasikan Hasil Inovasi Produk Berbasis Alam di Festival Lestari 5
Pada forum tersebut generasi muda diwakili oleh Komunitas Palu Kreatif Biondi, Sanda. Sanda mengaku bahwa anak muda tidak hanya datang meminta dan menuntut mengenai pelestarian alam.
Ia mengatakan, generasi muda bahkan telah berkontribusi dalam membantu berjalannya ekonomi hijau. Salah satunya yang bisa dilakukan adalah transformasi digital.
“Dalam isu lokal maupun global, dua isu yang paling sering ditemukan dalam diskusi kaum muda adalah pembangunan berkelanjutan dan transformasi digital. Sayangnya, keduanya selalu dibahas terpisah,” katanya.
Padahal, menurutnya, transformasi digital dapat mempercepat akses informasi yang berkaitan dengan bisnis berbasis alam. Lalu, digitalisasi juga bisa memperluas market UMKM dan pada saat bersamaan bisa memperjelas branding usaha yang digeluti. Sebagai digital native, kaum muda harus diberi peran.
''Dan ini membutuhkan kolaborasi dengan ekosistem lainnya. Sekali lagi, kaum muda tidak boleh ditinggalkan dalam isu pembangunan berkelanjutan. Generasi muda tidak boleh juga diwariskan dengan lingkungan yang rusak. Kami berhak menikmati lingkungan sehat dan nyaman. Sayangnya, dalam isu-isu strategis seperti itu, peran kaum muda cenderung tak dirangkul,” jelas Sanda.
Baca Juga: BKPM Ajak Daerah Lain Ikut Terapkan Konsep Pembangunan Lestari
Sementara itu, Arma Janti dari Balai Taman Nasional Lore Lindu (BTNLL), menjelaskan bahwa sebagai institusi yang bertanggungjawab terhadap pengawasan kawasan konservasi pun mempunyai langkah-langkah untuk mendorong ekonomi berbasis alam tersebut.
“BTNLL punya prinsip 3P+1, yakni perlindungan, pengawetan, pemanfaatan dan pemberdayaan masyarakat. Dengan pola pendekatan ini, warga di yang berbatasan dengan wilayah TNLL mampu menjaga wilayah TNLL termasuk mengambil manfaat di dalamnya tanpa merusak ekosistemnya,” kata Arma.
Saat ini, ia menjelaskan, ada 72 desa yang berada di dalam atau berbatasan langsung dengan kawasan TNLL. Desa-desa itu melakukan perjanjian kerjasama (PKS) dengan BTNLL tentang bagaimana memanfaatkan sumber daya di kawasan TNLL secara terukur dan bertanggungjawab.
Komitmen dari pelaku usaha
Komitmen dan dukungan terhadap ekonomi hijau datang pula dari kalangan pelaku usaha. Head of Business Development Teratai Fajar Anugerah mengungkapkan, setidaknya hingga 2026 pihaknya akan membantu enam perusahaan yang memiliki produk nature base di sektor pangan.
Nilai komitmen pembiyaannya sekitar 4 juta dollar AS. Perusahaannya pun harus yang masih kecil, sedang berkembang, dan berada di luar Jawa.
Kelompok usaha ini berkaitan dengan food system atau yang berkaitan dengan rantai pasok makanan baik itu di sektor produksi, pemrosesan atau dihilir.
''Tapi harus usaha yang punya dampak sistemik. Misalnya, kegiatannya di Sigi tapi hasilnya melampaui daerah Sigi,'' jelasnya.
Adapun, plafon pembiayaan yang ditawarkan bervariasi mulai dari 100.000 dollar AS hinggga 1 juta dollar AS.
Baca Juga: Kabupaten Sigi Gelar Festival Lestari 5, Dorong Investasi Berbasis Kelestarian Alam
Forum ini juga menawarkan model bisnis yang di Sulawesi Tengah, bahkan Indonesia belum familiar, yakni carbon trading. Carbon trading atau perdagangan karbon merupakan perdagangan antar negara yang dirancang untuk mengurangi emisi karbon dioksida.
Carbon trading juga dikenal dengan sebutan carbon emissions trading atau perdagangan emisi karbon. Kegiatan ini menyumbang sebagian besar perdagangan emisi di dunia.
Direktur PT Rimba Makmur Utama (RMU) Rezal Kusumaatmadja mengulik panjang lebar usaha bisnis yang digelutinya itu. RMU yang dirintis pada 2008, adalah perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak di sektor ini.
“Sebagai bisnis baru, RMU masih terus memperkenalkan diri ke publik. Namun masa depan bisnis ini menurut dia, mempunyai prospek yang baik. Mengingat narasi global saat setelah climate change adalah kembali ke nature basic,” kata Rezal.
Kini, RMU masih terus mencoba melakukan konsolidasi pengetahuan mereka dengan memproduksi buku untuk disebarkan agar publik familiar dengan bisnis ini. Perusahaan itu diproyeksikan untuk menjaga hutan.
Karena itu, walau terbilang baru dan pernah mengalami masa paceklik, RMU berusaaha tetap eksis. Karena niat awalnya selain profit adalah untuk menjaga kehidupan.
“Prospek bisnis ini sangat visible karena semua komponen modalnya sudah tersedia. Ada modal budaya, modal sosial, ada modal alam dan kebijakannya. Terakhir adalah uangnya. Indonesia belum punya aturan soal model bisnis ini,” kata Rezal.
Baca Juga: Kisah Kopi dan Durian si Buah Tangan dari Kabupaten Sigi
Aturan masih digodok
Ini diakui oleh Direktur Promosi Wilayah Asia Tenggara, Australia, Selandia Baru, dan Pasifik Kementerian Investasi/BKPM Saribua Siahaan yang ditemui sehari sebelum forum berlangsung. Indonesia menurut dia belum masuk dalam bisnis perdagangan karbon ini karena aturannya masih harus digodok di Bappenas.
Masih terkait pembangunan lestari, Leonard Theosabrata dari Smesco memberi dukungan penuh terhadap konsep pembangunan berbasis alam. Ia akan mempromosikan Cagar Biosfer Lore Lindu, mengingat ada hewan dan tumbuhan endemik yang harus dijaga sana.
Ia berharap di Cagar Biosfer Lore Lindu terdapat komoditas yang bisa diolah entah itu untuk bumbu rempah maupun maupun kosmetik. Smesco yang baru saja melakukan kerjasama dengan perusahaan farmasi, membuat pengolahan bahan-bahan alami bisa diolah di sana.
''Ini yang kita inginkan. Tidak perlu diolah dengan teknologi canggih tapi memenuhi standar mutu dunia,'' jelasnya.
Baca Juga: Investasi Sambil Menjaga Alam, Sigi Jadi Tuan Rumah Festival Lestari V
Mengunci diskusi itu, Bupati Sigi Mohamad Irwan Lapata, memberi jaminan serta komitmen untuk mendukung setiap usaha lestrai yang berlangsung di Kabupaten Sigi.
“Daya dukung alam dengan tersedianya komoditas nonkayu yang banyak tersedia membuat bisnis berbasis alam terjmain keberlangsungannya di Sigi. Kemudian, dukungan lainnya adalah kebijakan yang ramah investasi terhadap pelaku usaha. Pembangunan lestari bahkan sudah tertuang dalam RPJMD Kabupaten Sigi,” katanya.
Dalam tataran aksi, menurut Irwan, Perda Sigi Hijau kemudian diterjemahkan dalam bentuk pemilahan wilayah komoditas. Misalnya, kawasan Kulawi Raya untuk perkebunan.
“Pemerintah memberikan 20.000 pohon durian musangking kepada warga di kawasan itu. Proyeksinya pada beberapa tahun kedepan Sigi menjadi pemasok utama kebutuhan buah tropis seperti durian, manggis bali, dan alpukat, ke Ibukota Nusantara,'' paparnya.
(Kontributor Foto: Joshua Marunduh/Teks: Yardin Hasan)