Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Perilaku makan dengan lahap ini, terdengar seperti kamuflase simbolik.
Orang yang sedang bergembira, kerap nafsu makannya tinggi. Kamuflase dilakukan, untuk menutupi keadaan yang sebenarnya.
Ini sama halnya dengan konten ceria pada unggahan media sosial Mega Suryani. Seolah menunjukkan rasa bahagia, namun justru deraan kekerasan yang sedang ditutupi.
Dalam jangka panjang, keadaan tak tersembuhkan. Bahkan kian parah.
Terhadap gejala menyembunyikan perasaan di media sosial yang memperparah keadaan, Leah Fessler, 2018, mengungkapkannya dalam sebuah artikel, “The Ultimate Proof that Looking Happy on Social Media often Masks Real Pain”.
Dia menjelaskan bahwa memalsukan kebahagiaan di media sosial itu merugikan. Namun di sisi lain, juga bisa menjadi cara yang tepat untuk melawan penyakit mental.
Penjelasan Fessler ini, dikutip dari Holly Ellmore, seorang mahasiswa pascasarjana di Harvard University, yang mengungkapkan pengalamannya saat menyamarkan depresi.
Saat depresi menyerang, lanjut Ellmore, harga diri seseorang dapat hancur.
Penampilan dirinya menjadi buruk dan sama sekali tak layak ditampilkan. Kecuali penderitanya sanggup menerima penilaian buruk orang lain.
Baca Juga: Belajar dari Venna Melinda, Ini 12 Ciri Laki-Laki yang Berpotensi Lakukan KDRT