Parapuan.co - Kawan Puan, tak dapat dimungkiri bahwa industri esports Indonesia didominasi oleh laki-laki (male-dominated), sehingga perempuan dianggap sebagai minoritas.
Esports dianggap sebagai dunia maskulin yang seolah hanya diperuntukkan bagi laki-laki dibanding perempuan.
Perempuan yang masuk ke dunia esports kerap dianggap sebatas hiasan atau aksesori yang menambah keseruan permainan maupun pertandingan.
Pertandingan esports untuk pro player perempuan pun seringnya dianggap sebagai hiburan alih-alih pertandingan serius layaknya untuk pro player laki-laki.
"Di gaming industry sering banget dibilang pertandingan perempuan itu sekadar hiburan karena ada yang segar-segarlah, ada yang manis-manislah, biar view-nya naik, padahal itu lebih dari sekadar itu," ucap Nona Berlian, shoutcaster esports, dalam acara GameHers di Kantor PBESI, Gandaria, Jakarta Selatan, Sabtu, (7/10/2023).
Perempuan yang jadi gamer maupun pro player pun kerap dipandang sebelah mata bahkan sampai rentan mengalami kekerasan.
Kekerasan verbal melalui kata-kata yang diungkapkan secara langsung maupun tidak langsung kerap dialami oleh pro player perempuan yang menjajaki dunia esports.
Ketika bermain, pro player perempuan ini kerap diejek maupun direndahkan melalui komentar-komentar yang dilontarkan dalam room chat permainan.
Contohnya seperti yang dialami oleh SwanSage (Juliana Winata), Brand Ambassador BOOM Esports yang sekaligus gamer.
Baca Juga: GameHers Summit Berkomitmen Ciptakan Ruang Aman untuk Gamer Perempuan
Dirinya pernah mengalami kekerasan verbal dari viewer yang sedang bermain game Valorant hanya karena on mic dan suaranya terdengar perempuan.
Gamer Perempuan Rentan Alami Kekerasan Verbal
"Aku pernah itu ada satu kejadian malam-malam di game kompetitif, jadi di game itu ada kalau Mobile Legends ada classic dan ranked, kalau Valorant ada unrated ada competitive, aku lagi main sama viewer," ucap SwanSage.
"Terus main, main, aku on mic dan aku kasih tahu, 'Oh musuhnya di sini, kalian jangan di sini, di sini,' dan tiba-tiba aku disautin kayak bilang, 'Oh lu cewek, lu mendingan di rumah aja deh nyuci'. Lah, apaan sih, padahal sudah tahu dikasih info, dia ngatain lagi, 'Lah lu cupu ngapain cewek main gini," ucapnya.
Viewer yang main game bersama SwanSage pun mengejeknya dengan kata-kata bahwa perempuan tidak usah bermain game, cocoknya jadi ibu rumah tangga, mencuci, atau bahkan jadi pembantu, yang mana hal tersebut sangat merendahkan perempuan.
"Udah lu jadi ibu rumah tangga aja lu, lu nyuci aja, lu mau nggak jadi babu gue, tanpa alasan, hanya karena on mic dan suaraku terdengar perempuan," lanjut SwanSage menirukan ucapan dari lawan mainnya.
SwanSage pun menceritakan bahwa dirinya pernah dihakimi cara bermain dan pilihan strateginya hanya karena perempuan. Pemilihan strateginya bahkan langsung dihakimi sebagai strategi yang khas perempuan.
"Dia langsung nge-judge dari strategi aja kalau itu cewek padahal nggak semua cewek itu cupu," tuturnya.
AudreyFF, mantan pro player Female Fighter pun mengungkapkan bahwa kekerasan verbal berupa ucapan maupun komentar seksis masih kerap terlontar dari pemain laki-laki pada pemain perempuan.
Baca Juga: Sosok Cindy Laurent Siswanto, Pro Players Perempuan yang Aktif di Berbagai Kejuaraan
Akan tetapi, AudreyFF mengatakan bahwa komentar yang merendahkan perempuan itu, menurut pengalaman dia, seringnya dari pemain laki-laki luar negeri.
"Yang terjadi adalah main game, kita open mic dan terdengar kalau kita perempuan, biasanya banyak player luar negeri ngatain dan itu memang masih terjadi," ungkapnya.
Cara Gamer dan Pro Player Perempuan Hadapi Kekerasan
Gamer maupun pro player perempuan dalam dunia esports tak tinggal diam ketika mengalami kekerasan verbal. Mereka melakukan cara-cara untuk menghadapi tantangan yang dihadapi.
AudreyFF sendiri mengaku punya cara jitu menghadapi komentar-komentar negatif yang merendahkan perempuan dari player laki-laki saat main game. Ia tak banyak ambil pusing, tak banyak bicara, dan langsung buktikan kehebatan permainannya.
"Cara mengatasinya dari dulu adalah nggak banyak ngomong, diam saja. Apalagi kalau kayak udah dikata-katain itu aku biasanya cuma diam saja dan ketawa-ketawa saja. Tapi aku buktiinnya adalah ketika sampai ke game habis aku jadi top rank misalnya," ucap AudreyFF.
Pembuktian rasanya jadi salah satu cara jitu yang kerap dilakukan oleh gamer maupun pro player perempuan ketika menghadapi kekerasan di dunia esports.
BTR Vivian, professional gamer untuk Bigetron ERA pun melakukan pembuktian kemampuannya saat diejek maupun direndahkan oleh lawan mainnya.
"Solusi mengatasinya itu setiap punya party serius mainnya, selalu ingin mengangkat tim ini, selalu jadi orang yang berguna biar orang yang mengundang main jadi segan," ucapnya.
BTR Vivian yang notabene seorang pro player pun bahkan masih kerap diremehkan saat bermain game. Dirinya pernah masuk party (istilah untuk mendeskripsikan bermain game bersama teman) namun kemudian party tersebut bubar hanya karena dirinya perempuan.
"Kalau yang dari tingkah laku, itu kalau mial kita lagi masuk room terus party-nya itu kan cowok semua, terus masuk langsung pada udahan, bubar party-nya," pungkasnya.
Baca Juga: Jadi Perempuan Pro Player di Dunia Esports, Ini Rahasia Zahra Aisha
(*)