Parapuan.co - Kawan Puan, tahukah kamu bahwa kesehatan mental perempuan lebih rentan terganggu dibandingkan dengan laki-laki?
Di tengah budaya patriarki seperti pada masyarakat kita, perempuan selalu dibebani dengan berbagai stigma.
Perempuan harus rela berkorban, harus bisa mengurus rumah dan pekerjaan lain sekaligus, bisa mengendalikan emosi, penurut, dan sebagainya.
Saking melekatnya stigma tersebut dalam diri perempuan, sebagian besar dari kita mungkin jadi memilih untuk menekan perasaan dan mengesampingkan kebutuhan.
Padalah seperti mengutip esai yang ditulis oleh psikolog Maytal Eyal di TIME, kesehatan mental perempuan akan terganggu bila menekan perasaan dan mengesampingkan kebutuhan dirinya.
Sikap semacam itu disebut dengan self-silencing. Apa itu self-silencing? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!
Mengenal Apa Itu Self-Silencing
Dikutip dari Vice, self-silencing atau membungkam diri adalah pola perilaku ketika kamu mengubur perasaanmu sebenarnya.
Dalam suatu hubungan romantis, self-silencing berarti kamu memendam perasaan sebenarnya demi mempertahankan hubungan meski itu menyakitkan.
Baca Juga: Tips Menghadapi Pasangan Tidak Jujur Setelah Perempuan Menikah, Menurut Psikolog
Di dalam relasi pertemanan atau kekeluargaan, perilaku membungkam diri ini bisa dilakukan demi menghindari konflik.
Misalnya ketika orang menyarankan kita untuk berhenti bekerja setelah menikah, kita mengiyakan padahal dalam hati masih ingin mengejar karier.
Perempuan sering kali melakukan self-silencing karena berbagai alasan.
Entah untuk menghindari konflik, mempertahankan hubungan, menghindari perdebatan, dan sebagainya.
Apa pun alasannya, sebagian perempuan memilih cara ini lantaran tak dapat menolak, membantah, atau berkata tidak, dan tidak ingin mengecewakan orang lain.
Pencegahan Terhadap Self-Silencing
Oleh karenanya, Maytal Eyal yang kerap berhadapan dengan kasus self-silencing memberikan saran penting bagi kliennya.
Yaitu, menjadi lebih cuek alias tidak mempedulikan stigma atau ekspektasi dari orang lain.
Meski begitu, bersikap seperti ini dan berani berkata tidak memang berisiko membuat orang lain kecewa.
Baca Juga: Sering Berharap Terlalu Tinggi? Ini 3 Tips Jaga Ekspektasi agar Tak Kecewa
"Menjadi mengecewakan bukanlah sebuah nasihat yang membuat orang mau mengeluarkan uang untuk mendengarnya (pada psikolog)," tutur Maytal.
"Namun di ruang terapiku, sering kali ini adalah nasihat paling berharga yang bisa kuberikan," imbuhnya.
Maytal menambahkan, sebagian besar kliennya adalah perempuan dan hampir semuanya berjuang melawan rasa takut mengecewakan orang lain.
"Budaya kita menghargai perempuan karena selalu menyenangkan, rela berkorban, dan mengendalikan emosi. Mungkin terasa berlawanan dengan intuisi jika klien saya bilang tidak," kata Maytal lagi.
Namun, Maytal Eyal selalu menegaskan pada kliennya tentang pentingnya berkata tidak.
Ini karena kesehatan mental mereka bisa saja bergantung pada hal tersebut.
Kawan Puan pun demikian. Jangan takut menolak atau berkata tidak jika memang apa yang kamu katakan sesuai dengan perasaan dan kebutuhan.
Hindari mengabaikan kebutuhanmu hanya agar tidak mengecewakan orang lain.
Kamu juga berhak bahagia, lho. Semoga informasi di atas menambah wawasan, ya.
Baca Juga: Manfaat Bernyanyi bagi Kesehatan Mental, Bisa Tingkatkan Mood dan Cegah Stres
(*)