Justru, menjadi perempuan yang notabene masih minoritas di industri ini membuatnya mendapatkan berbagai keuntungan.
"Memang betul presentase perempuan di industri ini masih sedikit. Di Agate sendiri sekitar 20 persen kru yang perempuan," kata Shieny.
"Saya dan kru di Agate enggak terlalu experience gender gap itu, sih. Misalnya ada diskriminasi itu enggak. Saya cukup bangga dengan culture di Agate ini enggak memandang itu," imbuhnya.
Shieny menambahkan, ia tidak pernah pula mengalami diskriminasi ketika harus bekerja di luar kantor.
"Pengalaman negatif hampir enggak pernah. At least saya sendiri merasa itu sebagai keuntungan, ya," terang Shieny lagi.
"Malah kalau dari kebanyakan laki-laki yang meeting itu mereka merasa refresh, masa meeting sama laki-laki mulu. Jadi pas meeting sama perempuan beda," ungkapnya.
Shieny juga menuturkan, anggapan bahwa perempuan akan didiskriminasi atau dianggap belum capable di industri game sering kali merupakan kekhawatiran pribadi.
Maka itu, ia menyarankan supaya perempuan yang ingin terjun di industri game atau teknologi secara umum, sebaiknya tidak overthinking soal gender gap.
Wah, ternyata begitu ya, Kawan Puan. Industri game memang didominasi laki-laki, tapi perempuan bebas berkarier di sana, kok.
Baca Juga: Amanda Simandjuntak, Srikandi untuk Negeri yang Ajak Perempuan Berdaya di Industri Digital
(*)