Parapuan.co - Barangkali sebagian besar Kawan Puan masih merasa bahwa industri game adalah "milik" laki-laki.
Padahal, banyak juga lho perempuan yang berkarier di industri game, bahkan ada yang menjadi CEO di perusahaan game.
Salah satunya adalah sosok Shieny Aprilia, Srikandi untuk Negeri yang merupakan Co-founder sekaligus Chief Executive Officer (CEO) di Agate.
Agate adalah developer game yang bisa dibilang menjadi salah satu perusahaan gim populer di Indonesia.
Siapa sangka, CEO dari perusahaan ini ialah seorang perempuan yang sebelum memimpin Agate, ia bekarier sebagai programmer.
Lantas, bagaimana perjalanan karier Shieny Aprilia menjadi CEO di Agate? Seperti apa industri game baginya?
Pertanyaan tersebut terjawab dalam sebuah wawancara eksklusif Shieny Aprilia bersama PARAPUAN belum lama ini. Yuk, intip!
Mengawali Agate Bersama 17 Co-Founders
Shieny Aprilia bermimpi bisa bekerja di industri game lantaran sudah menyukai permainan sejak kecil.
Baca Juga: Persiapan dan Tantangan Implementasi UU Pelindungan Data Pribadi bagi Pelaku Industri
Hal ini membuatnya bersama 17 rekannya untuk membangun perusahaan gim sekitar tahun 2009.
Kala itu, di Indonesia sendiri bisa dibilang belum ada atau belum banyak industri yang bergerak di bidang ini.
"Waktu itu sebenarnya saya sama co-founders yang lain kayak study group gitu," tutur Shieny.
Ia dan rekan-rekannya pun akhirnya berbagi tugas, siapa yang akan men-develope game, memasarkan, mendesain, dan peran-peran lainnya.
Jadi Perempuan di Industri Game adalah Privilege
Seiring berjalannya waktu, Agate semakin berkembang dan berbagai posisi membutuhkan peran para ahli di bidangnya.
Hingga suatu ketika, tawaran untuk menjadi CEO di Agate datang pada Shieny.
Meski sempat galau karena saat itu ia sedang program hamil, Shieny meyakinkan diri untuk menerima role yang ditawarkan.
Ia mengaku sama sekali tidak khawatir dengan anggapan tentang industri game yang didominasi laki-laki.
Baca Juga: Tantangan Pilot Perempuan di Dunia Aviasi yang Didominasi Laki-Laki
Justru, menjadi perempuan yang notabene masih minoritas di industri ini membuatnya mendapatkan berbagai keuntungan.
"Memang betul presentase perempuan di industri ini masih sedikit. Di Agate sendiri sekitar 20 persen kru yang perempuan," kata Shieny.
"Saya dan kru di Agate enggak terlalu experience gender gap itu, sih. Misalnya ada diskriminasi itu enggak. Saya cukup bangga dengan culture di Agate ini enggak memandang itu," imbuhnya.
Shieny menambahkan, ia tidak pernah pula mengalami diskriminasi ketika harus bekerja di luar kantor.
"Pengalaman negatif hampir enggak pernah. At least saya sendiri merasa itu sebagai keuntungan, ya," terang Shieny lagi.
"Malah kalau dari kebanyakan laki-laki yang meeting itu mereka merasa refresh, masa meeting sama laki-laki mulu. Jadi pas meeting sama perempuan beda," ungkapnya.
Shieny juga menuturkan, anggapan bahwa perempuan akan didiskriminasi atau dianggap belum capable di industri game sering kali merupakan kekhawatiran pribadi.
Maka itu, ia menyarankan supaya perempuan yang ingin terjun di industri game atau teknologi secara umum, sebaiknya tidak overthinking soal gender gap.
Wah, ternyata begitu ya, Kawan Puan. Industri game memang didominasi laki-laki, tapi perempuan bebas berkarier di sana, kok.
Baca Juga: Amanda Simandjuntak, Srikandi untuk Negeri yang Ajak Perempuan Berdaya di Industri Digital
(*)