Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.
Empati adalah kunci. Dengan berempati, kita mencoba memahami lebih dalam apa yang mengganggu perasaan anak.
Untuk memperkuat empati, alangkah lebih baik jika disertai juga dengan diskusi terkait apa yang menjadi sumber ketakutan.
Langkah berikutnya yang bisa dilakukan adalah mengambil tindakan mengatasi ketakutan anak secara konkrit.
Misalnya, jika anak takut pada hantu, orang tua atau pengasuh bisa mengambil sapu dan melakukan gestur mengusir hantu secara sungguh-sungguh. Dengan demikian, anak tahu bahwa kita berada di pihaknya.
Melakukan validasi terhadap perasaan anak punya banyak keuntungan. Berikut manfaat validasi perasaan terhadap tumbuh kembang anak.
1. Kesehatan mental anak menjadi terjaga. Anak diberi bekal kepercayaan diri karena apapun perasaannya, ia selalu mendapat respons awal yang positif.
Kalaupun orang tua tampak kurang setuju terhadap perasaan anak, mereka selalu mengajak berdiskusi dan mendengar pendapat anak.
2. Anak juga mendapatkan rasa aman dari orang tuanya. Hubungan orang tua dan anak menjadi lebih erat karena terbiasa saling menguatkan.
3. Anak menjadi belajar untuk mengenali emosinya sendiri dan berupaya mencari solusi atas perasaan-perasaan tersebut. Hal ini berdampak pada peningkatan kecerdasan emosional pada anak.
Baca Juga: 3 Cara Mengajarkan Anak Mengekspresikan Perasaannya dengan Baik
Untuk memvalidasi perasaan anak, kita bisa contoh kalimat semacam, “Oh, pasti rasanya enggak enak banget, ya,” atau “Kamu pasti bingung banget, ya.”
Setelah itu, kita bisa menimpali secara sederhana tanpa menghakimi, tanpa langsung mengeluarkan nasihat-nasihat yang seringkali cenderung menganggap remeh keadaan.
Orang tua juga bisa menawarkan pelukan untuk menenangkan anak, tetapi tidak perlu memaksa jika anak sedang tidak ingin disentuh.
Untuk bisa memvalidasi perasaan anak ini tentu bukan hal sederhana bagi orang tua.
Orang tua sendiri mesti dalam kondisi tenang secara mental untuk bisa menyerap apapun ungkapan perasaan dari anak.
Itu sebabnya, biasakan tarik napas dan memberi jeda sebelum merespons.
Dalam berdiskusi dengan anak, pastikan suasana sekitar tengah kondusif dan anak merasa aman untuk menyampaikan apapun perasaannya.
Jangan terkesan reaktif dan terburu-buru, apalagi langsung menuntut anak agar segera mengungkapkan ganjalan di hatinya saat itu juga.
Kehati-hatian dalam merespons adalah faktor yang tak kalah penting dalam melakukan validasi.
Penting untuk diingat, bahwa segala ucapan yang keluar dari mulut kita sebagai respons, bisa jadi akan terpatri selamanya dalam perkembangan si anak. (*)